Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Said Iqbal: Ternyata Ahok Jauh Lebih Ksatria Ketimbang Anies-Sandi

Kompas.com - 02/11/2017, 18:54 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI Said Iqbal mengatakan, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok jauh lebih berani dalam memutuskan upah minimum provinsi  ketimbang Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

"Ternyata Ahok jauh lebih berani dan ksatria dalam memutuskan UMP pada waktu itu ketimbang Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang lebih mengumbar janji," kata Said dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (2/11/2017).

Said mengatakan, saat memutuskan UMP DKI 2016, Ahok tidak memakai penghitungan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Saat itu, Ahok meningkatkan UMP 2016 sebesar 14,8 persen. Padahal, kalau pakai PP 78, kenaikannya sekitar 10,8 persen.

Ahok, menurut dia, menggunakan PP No 78 saat menetapkan UMP DKI 2017 sebesar Rp 3,3 juta. Anies juga menggunakan PP No 78 saat menetapkan UMP 2018 menjadi Rp 3,6 juta, naik sekitar 8,71 persen.

Wakil Gubernur DKI Jakarta menemui massa dari berbagai organisasi buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (31/10/2017).KOMPAS.com/NURSITA SARI Wakil Gubernur DKI Jakarta menemui massa dari berbagai organisasi buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (31/10/2017).
Baca juga : Anies: Prinsipnya, Meningkatkan UMP...

Penetapan UMP, lanjutnya, seharusnya tidak berdasarkan PP No 78, tetapi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Penghitungan UMP menurut PP No 78 berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan penghitungan UMP menurut UU No 13/2003 berdasarkan kebutuhan hidup layak, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Jika berdasarkan rumus tersebut, kata dia, UMP layak di DKI Jakarta Rp 3,9 juta.

"Kemudian (Anies-Sandi) berbohong serta mengingkari janjinya sendiri dalam kontrak politik yang mereka berdua tanda tangani secara resmi dengan para buruh yang bergabung di Koalisi Buruh Jakarta," ujar Iqbal.

Baca juga : Buruh Kecewa dengan Anies-Sandi yang Teken UMP Rp 3,6 Juta

Anies-Sandi pernah menandatangani kontrak politik dengan buruh saat kampanye Pilkada DKI 2017. Dalam kontrak politik itu disebut-sebut ada kesepakatan agar Anies-Sandi tidak menetapkan UMP dengan dasar PP No 78.

Di sisi lain, Iqbal menyebut Ahok dan Anies sama-sama lebih mementingkan kepentingan pengusaha ketimbang buruh.

Kompas TV Sandiaga Uno mengajak perwakilan masa buruh untuk melakukan diskusi terkait tuntutan UMP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com