Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah PR Anies-Sandi di Pasar Tanah Abang...

Kompas.com - 06/11/2017, 10:30 WIB
Sherly Puspita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS. com — Kesemrawutan Pasar Tanah Abang belakangan ini kembali menjadi sorotan. Pedagang kaki lima yang mengokupasi jalur pedestrian disebut-sebut menjadi biang kesemrawutan pasar yang terletak di kawasan Jakarta Pusat tersebut.

Walau penertiban telah dilakukan berulang kali, para pedagang terus saja turun ke jalan untuk berlomba-lomba mencari pelanggan. Alhasil, lalu lintas di sekitar pasar pun menjadi tak terkendali.

Hal ini memaksa Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno segera melakukan upaya penertiban.

Namun, permasalahan di Pasar Tanah Abang tak sekadar mengenai PKL liar. Kompas.com mencatat berbagai masalah yang terjadi di Tanah Abang yang tak kalah penting dijadikan atensi.

Ancaman Copet

Sudah menjadi rahasia jika Pasar Tanah Abang rawan tindakan pencopetan. Sejak blok-blok gedung bertingkat pasar dibangun, tindakan kriminal ini sudah lebih dulu ada.

Menurut pengamatan seorang pedagang yang sudah 30 tahun mengadu nasib di Pasar Tanah Abang, Samsul Rizal, copet zaman sekarang beraksi lebih brutal.

"Dibandingkan dengan zaman dulu, copet sekarang mainnya lebih brutal. Kadang berani terang-terangan ngambil, terus lari. Ada juga yang malah ke arah rampok, nodong, gitu," ujarnya saat ditemui Kompas.com, Senin (30/10/2017).

Baca juga: Pedagang Tanah Abang: Dibandingkan Dulu, Copet Sekarang Lebih Brutal

Ia melanjutkan, kejadian pencopetan di Pasar Tanah Abang lebih sering terjadi akhir-akhir ini, apalagi pada akhir pekan.

Menurut dia, pencopet beragam "bentuknya". Ada pria atau wanita yang terlihat tak mungkin melakukan tindakan kriminal justru menjadi salah satu pencopet.

Premanisme

Permasalahan premanisme di Pasar Tanah Abang tidak kalah penting diperhatikan. Pasalnya, keberadaan preman ini cukup meresahkan.

Beberapa pedagang yang ditemui Kompas.com beberapa waktu yang lalu mengaku harus membayar Rp 5.000 sehari atau Rp 1 juta setahun kepada preman jika ingin tetap berdagang di lokasi tersebut tanpa takut ditertibkan Satpol PP.

Hasil investigasi Ombudsman RI mengungkapkan adanya tindakan tidak patut yang dilakukan Satpol PP DKI Jakarta dalam menertibkan PKL di sejumlah wilayah di Jakarta, salah satunya di Tanah Abang. Ombudsman menemukan PKL dibeking preman dan dijamin keberlangsungan usahanya oleh Satpol PP.

"Salah satu preman di lokasi tersebut mengaku mempunyai kedekatan dengan salah satu oknum Satpol PP sehingga dapat menjamin pedagang-pedagang tidak terkena razia," ujar anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, di gedung Ombudsman, Kamis (2/11/2017).

PKL berjualan di sekitaran Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).KOMPAS.COM/Anggita Muslimah PKL berjualan di sekitaran Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).

Menurut Adrianus, hal ini mengindikasikan adanya persekongkolan antara preman dan oknum Satpol PP yang ingin mendapat keuntungan setiap bulannya. Tindakan oknum Satpol PP ini, kata dia, tidak sesuai dengan disiplin PNS.

Baca juga: Dugaan Pungli oleh Satpol PP DKI dari Hasil Temuan Ombudsman...

Dalam bekerja, PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan orang di dalam ataupun di luar lingkungan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan negara.

Mengenai hal ini, Satpol PP mengaku belum pernah mendapat laporan adanya anggota yang melakukan pungutan liar (pungli). Satpol PP siap menindak tegas jika ada anggota yang melakukan pungli di Tanah Abang.

Sebelumnya, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melaporkan para preman ke Bareskrim Polri karena menyewakan lahan milik pemerintah kepada PKL.

"Kami bukan cuma membongkar lapak-lapak di sana karena dia langgar Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum karena jualan di jalan. Kami juga lapor Bareskrim karena ada tindak korupsi di sana. Anda menyewakan tanah negara untuk lahan korupsi dan menjual lapak mereka untuk PKL, itu dipenjara saja sudah, bos-bos premannya di sana," kata Basuki di Balai Kota, Senin (6/4/2015).

Kondisi Pasar Blok G Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017). KOMPAS.COM/Anggita Muslimah Kondisi Pasar Blok G Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).

Sepinya Blok G

Blok G merupakan salah satu bangunan gedung pasar di Tanah Abang yang difungsikan untuk menampung para PKL liar pada masa pemerintahan Joko Widodo sebagai gubernur DKI. Saat itu, berbagai perbaikan gedung dilakukan.

Namun, saat ini kondisi Blok G Pasar Tanah Abang sepi pengunjung. Lapak-lapak di lantai tiga ditinggal para pedagang.

Baca juga: Janji Jokowi di Blok G Pasar Tanah Abang yang Belum Terwujud...

Sebagian pedagang di lokasi ini adalah pedagang lama yang tak memiliki biaya yang cukup untuk menyewa lapak di gedung pasar lainnya yang tentunya bertarif lebih mahal.

Ada sejumlah janji Jokowi saat itu yang belum terealisasi. Saat itu, Jokowi menjanjikan pintu Stasiun Tanah Abang akan didekatkan dengan Blok G pasar, disediakan eskalator di dalam Blok G, serta dibangunnya jembatan penghubung antara Blok G dan Blok A.

Bayar Parkir Berulang

Sistem penarikan biaya parkir di Pasar Tanah Abang kian meresahkan warga. Pasalnya, di area parkir resmi Tanah Abang ada oknum preman yang meminta tarif lebih saat membantu pengunjung mengeluarkan kendaraannya.

Tidak hanya itu, oknum petugas parkir dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta juga kerap meminta tarif lebih kepada para pengunjung.

Area parkir Blok F Pasar Tanah Abang,  Jakarta Pusat,  Senin (30/10/2017).Kompas.com/Sherly Puspita Area parkir Blok F Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).

Karena tarif berulang tersebut, Kompas.com harus membayar Rp 6.000 untuk memarkirkan motor di area parkir resmi Blok F selama 30 menit.

Padahal, Staf Humas UPT Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Ivan Valentino mengatakan, dalam mengenakan tarif parkir, pihaknya mengacu pada Pergub Nomor 179 Tahun 2013 tentang Tarif Pelayanan Parkir DKI. Dalam pergub itu disebutkan, tarif parkir mobil satu jam pertama adalah Rp 4.000 dan setiap jam berikutnya Rp 2.000.

Baca juga: Bayar Parkir Berulang di Tanah Abang, Dishub DKI Pasang Banner Peringatan

Tarif parkir sepeda motor adalah Rp 2.000 untuk satu jam pertama dan Rp 1.000 untuk setiap jam selanjutnya. Sementara itu, tarif parkir bus atau truk Rp 6.000 untuk satu jam pertama dan Rp 3.000 untuk setiap jam selanjutnya.

Anies dan Sandi mengaku memiliki terobosan baru untuk membuat Pasar Tanah Abang tertib. Meski belum dipaparkan secara rinci, Pasar Tanah Abang diharapkan dapat tertata dengan baik.

Kompas TV Permasalahan di kawasan Tanah Abang ternyata tak hanya soal pedagang kaki lima, tepatnya di Jalan Inspeksi Kanal Banjir Barat gubuk liar kembali menjamur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com