JAKARTA, KOMPAS.com — Aksi main hakim sendiri kembali terjadi. Kali ini peristiwa itu menimpa R dan MA. Pasangan kekasih itu dianiaya, diarak, hingga dilucuti pakaiannya karena dianggap berbuat tak senonoh di sebuah kontrakan di Sukamulya, Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (11/11/2017).
Tak sampai disitu, warga yang menggerebek memvideokan kondisi sejoli itu saat dianiaya dan dilucuti pakaiannya. Video itu disebarluaskan di media sosial.
Sontak aksi tak terpuji itu menggegerkan warganet. Berdasarkan video yang viral itu, pihak kepolisian bergerak melakukan penyelidikan.
Kapolres Kabupaten Tangerang AKBP Sabilul Alif menegaskan, dari hasil penyelidikan, muda-mudi itu tak terbukti berbuat mesum.
"Yang bersangkutan tidak berbuat mesum dan memang yang bersangkutan adalah pacaran dan akan segera menikah," ujar Sabilul, Selasa (14/11/2017).
Sabilul menceritakan, mulanya MA meminta dibawakan makanan oleh R. Permintaan perempuan pujaannya itu dituruti R. Dia tiba di kontrakan kekasihnya sekitar pukul 22.00.
Begitu R datang, MA menyambutnya dan mempersilakan pacarnya itu masuk ke dalam kontrakannya untuk menyantap makan malam bersama. Saat itu, pintu kontrakan tak ditutup rapat.
Seusai menyantap makan malam, pintu kontrakan MA digedor T selaku Ketua RT 007 Sukamulya, Cikupa, Kabupaten Tangerang. T tak datang sendiri. Dia datang bersama G dan A untuk menggerebek pasangan itu.
Ketiganya memaksa masuk ke dalam kontrakan dan langsung menuding R dan MA berbuat mesum.
"Keduanya dipaksa mengaku berbuat mesum. Tiga orang berinisial G, T, dan A memaksa laki-laki mengaku dan mencekik," ucapnya.
Karena tak berbuat seperti apa yang dituduhkan, R dan MA membantah tuduhan itu. Lantaran R dan MA tak mau mengakau, G, T, dan A geram.
Ketiganya memaksa R dan MA keluar dari kontrakan dan membawanya ke rumah ketua RW. Keduanya lalu diarak.
T sebagai ketua RT bukan menenangkan warganya, malah memprovokasi warga.
"T ini yang pertama mendobrak pintu, melakukan penggerebekan, dan memobilisasi massa. 'Tolong ayo-ayo lihat sini, lihat sini, silakan yang mau foto, mau videokan'," ujar Sabilul.
Pasangan kekasih itu diarak massa ke depan sebuah ruko yang berjarak sekitar 200 meter dari kontrakannya.
"Di situlah mereka dipaksa, ditempeleng, dan dipukuli untuk mengaku. Bahkan, yang paling menyedihkan dari salah satu ini membuka baju perempuan untuk memaksa. Yang laki-laki melindungi dan sudah tidak menggunakan baju sama sekali," kata Sabilul.
Seusai menganiaya dan melucuti pakaian R dan MA, warga membawa mereka ke rumah ketua RW. Seusai diinterogasi, R dan MA dipersilakan kembali ke rumah masing-masing.
Berdasarkan video penggerebekan yang viral itu, pihak polisi melakukan penyelidikan. Polisi mendatangi R dan MA untuk mengecek kebenarannya.
Keduanya mengakui telah menjadi korban perbuatan tak terpuji dari sekelompok orang. Polisi akhirnya menangkap dan menetapkan enam tersangka dalam kasus itu.
Mereka adalah G, T, A, I, S, dan N. Mereka terancam dijerat Pasal 170 KUHP tentang Penganiayaan juncto Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan dengan ancaman hukuman 5tahun penjara.
Polisi masih memburu pelaku lain, termasuk orang yang mengunggah dan menyebarluaskan video penggerebekan itu. Sejauh ini, sudah ada empat akun YouTube yang ditutup karena mengunggah video itu.
Aksi tak terpuji itu mendapat kecaman dari sejumlah pihak, salah satunya oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati, menyebutkan, aksi tersebut brutal dan patut diganjar dengan pidana berlapis.
"Apa yang dilakukan warga Cikupa tersebut telah melanggar hak atas privasi pasangan yang bersangkutan dan dilakukan tanpa hak dan wewenang apa pun. Padahal, diketahui tidak ada perbuatan apa pun terkait dengan kesusilaan yang dilakukan pasangan tersebut," ujar Maidina dalam keterangan tertulis, Selasa (14/11/2017).
Menurut Maidina, tindakan warga yang main hakim sendiri atau persekusi tersebut dapat diganjar dengan tindak pidana kesusilaan di depan umum sesuai Pasal 282 Ayat (1) KUHP dan Pasal 35 UU Pornografi tentang menjadikan orang lain obyek atau model yang bermuatan pornografi. Sayangnya, penerapan kedua pasal itu berpotensi menyerang balik korban.
Maidina menilai fakta itu seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah dan DPR yang tengah membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP) di Parlemen. Beberapa pasal dalam RKUHP, khsusunya mengenai tindak pidana kesusilaan, kata Maidina, justru membuka kesempatan main hakim sendiri oleh warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.