JAKARTA, KOMPAS.com - Persaingan usaha dalam mendapatkan penumpang kini menjadi salah satu beban yang dirasakan para pengemudi ojek aplikasi alias online. Belum lagi adanya tekanan tarif murah dari pihak manajemen demi persaingan pasar.
Berangkat dari impitan tersebut, para pengemudi ojek online yang tergabung dalam beberapa komunitas mendorong pemerintah untuk membuat regulasi. Tujuannya untuk melindungi hak, mendapat pengakuan, serta terwujudnya kesetaraan.
"Kami merasa dirugikan dengan perang tarif, perang promo ini, promo itu dari pihak aplikator. Kami harap dengan adanya regulasi dari pemerintah seperti untuk taksi online, akan tercipta kesetaraan dalam hal tarif," ucap Rahman Tohir, Ketua Forum Komunitas Driver Online Indonesia (FKDOI) di Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Baca juga : Tak Ada Regulasi, Lebih Baik Tutup Aplikasi Ojek Online
Menurut Tohir, perang promo serta kebijakan yang makin menurunkan tarif membuat kondisi para pengemudi ojek online di lapangan minim pendapatan. Belum lagi dengan tidak adanya pembatasan jumlah pengemudi dari aplikator.
"Bayangkan kami dipaksa narik jauh, tapi memakai tarif rendah atau promo, belum lagi dengan potongan 20 persen yang diambil oleh aplikator untuk tiap transaksi yang kami lakukan. Makin teriak kami," kata Tohir.
"Berat untuk kami lakukan, tapi mau gimana lagi, mau tidak mau harus dijalani. Mereka tidak berpikir di lapangan persaingan makin banyak. Kami juga butuh bensin, pulsa, servis kendaraan kan," ucap Selamet.
Baca juga : Kata Pengemudi Ojek Online yang Dicap Biang Macet karena Sering Ngetem
Oleh karena itu, para pengemudi ojek online berencana melakukan aksi di depan Kementerian Perhubungan dan Istana Merdeka untuk menyampaikan aspirasi mereka pada Kamis (23/11/2017). Mereka berharap, pemerintah dapat menetapkan regulasi agar tercipta standar bagi tiap aplikator.
"Intinya kami ingin dimanusiakan, diakui, dan terjadi kesetaraan. Dengan regulasi, maka mereka (aplikator) tidak akan semena-mena menetapkan tarif dan merekrut banyak driver demi meraih keuntungan saja," ujar Badai, pengemudi ojek online lainnya.
Baca juga : Komunitas Ojek Online: Maaf bila Besok Bikin Macet dan Susah Pesan
"Mereka ini seperti anak haram, tidak diakui tapi dibutuhkan. Mereka selama ini tidak sejajar padahal perjanjiannya sebagai mitra dari aplikator, tapi dalam perjalanannya justru kesulitan," ucap Tigor.
Baca juga : Ojek Online seperti Anak Haram, Tak Diakui tetapi Dibutuhkan
Tigor berharap, pemerintah dapat membuat regulasi yang jelas mengenai keberadaan ojek online sebagai transportasi berbasis aplikasi. Sama seperti halnya taksi online yang sudah memiliki payung hukum dari Peraturan Menteri (PM) 108.