Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Harusnya Tak Sulit Laksanakan Putusan MK soal Verifikasi Parpol

Kompas.com - 20/01/2018, 20:01 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Sigit Pamungkas mengatakan, tak susah seharusnya bagi KPU menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2019. Menurut Sigit, KPU cukup konsultasi dengan DPR dan pemerintah soal perubahan jadwal tahapan imbas putusan tersebut.

KPU tidak seharusnya konsultasi tentang subtansi putusan uji materi yang teregistrasi dengan nomor 53/PUU-XV/2017 tersebut.

"Padahal untuk melaksanakan putusan MK itu kan sederhana, yaitu cukup konsultasi tentang perubahan jadwal. Nah substansi verifikasi itu tidak perlu dikonsultasikan," kata Sigid dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (20/1/2018).

Menurut Sigit, verifikasi menjadi masalah karena KPU konsultasi dengan DPR dan pemerintah soal perubahan jadwal tahapan dan subtansi putusan MK tersebut.

"Nah ini yang problematik. Ini yang kemudian yang menjadikan persoalan sederhana menjadi melebar," ujar Sigit.

Baca juga : MK Dinilai Mengulur-ulur Waktu soal Verifikasi Faktual Parpol

Seharusnya, lanjut Sigit, KPU cukup fokus melaksanakan tahapan pemilu sesuai putusan MK dengan segera.

"Jangan kemudian terlalu banyak berkomunikasi dengan DPR, mengkomunikasikan hal-hal yang tidak perlu dikomunikasikan yang kemudian itu menjadi bertele-tele," kata dia.

Sigit sadar, apapun keputusan yang diambil KPU akan punya dampak yang besar terhadap pesta demokrasi di dalam negeri. Karenanya butuh kehati-hatian dalam memutuskan.

"Pasti ini akan melahirkan konsekuensi yang sifatnya kontroversi, baik untuk saat ini ataupun nanti di penghujung proses pemilu. Saya bergarap KPU mempersiapkan sebaik-baiknya, fisik dan mental, ini kontroversinya tinggi," kata dia.

Namun kata Sigit, sebagai lembaga yang dijamin kemandiriannya, KPU tak perlu gamang akan keputusan atau kebijakan yang akan diambil sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilu.

"Kalau KPU tak eksekusi putusan MK dengan baik, kita dalam darurat pemilu. Karena apa ujung dari proses dari ini, hasil pemilu, legitimasinya bisa dipertanyakan kalau kita tak bisa menerjemahkan dengan baik putusan MK," ujar Sigit.

Sementara itu, peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhani, berharap KPU fokus dengan tugasnya.

"KPU sebaiknya fokus melakukan pengawasan dan supervisi terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2019 yang saat ini tensinya sedang tinggi-tingginya," kata Fadli.

Menurut Fadli, KPU harus tegas karena kemandiriannya dijamin oleh regulasi. Ia tak ingin semua kebijakan KPU harus selalu dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah yang dikhawatirkan akan menghambat tahapan pemilu dan bahkan menambah persoalan.

"Kalau konsultasi ke DPR itu hanya proses konsultasi dan mengonfirmasi hal-hal yang tidak jelas saja. Tidak semua dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah," kata dia.

KPU cukup berpegang teguh dan melaksanakan putusan MK. KPU menjamin prinsip persamaan perlakuan bagi partai politik calon peserta pemilu 2019.  Meski ada perubahan metode verifikasi faktual dalam melaksanakan putusan MK Nomor 53/2018.

Rencananya, verifikasi faktual terhadap 12 partai politik calon peserta pemilu 2019 yang sudah menjadi peserta pemilu 2014 akan dilakukan mulai 28 Januari 2018.

Ada sedikit perbedaan metode yang digunakan KPU dalam melakukan verifikasi faktual, terutama untuk verifikasi keanggotaan. Dalam PKPU 11/2017, verifikasi keanggotaan dilakukan di tingkat kabupaten/kota dengan metode sensus dan sampling.

Metode sensus digunakan untuk memverifikasi keanggotaan pada kepengurusan di tingkat daerah kabupaten/kota sampai dengan 100 orang.

Baca juga : Parpol Lama Enggan Verifikasi Faktual karena Tak Siap

Sedangkan metode sampling digunakan untuk memverifikasi keanggotaan pada kepengurusan di tingkat daerah kabupaten/kota di atas 100 orang. Besaran samplingnya adalah 10 persen.

Saat ini, KPU hanya akan menggunakan metode sampling. Besarannya, 10 persen untuk di bawah 100 orang, dan lima persen untuk di atas 100 orang.

Selain itu, cara memverifikasi faktual keanggotaan juga berubah. Sebelum putusan MK, KPU mendatangi rumah-rumah anggota partai politik yang diverifikasi. Saat ini partai diminta menghadirkan orang-orang yang disampel ke kantor DPD Partai.

KPU juga memberikan kelonggaran lagi, yaitu bagi anggota yang tidak bisa hadir ke kantor DPD, verifikasi faktual bisa dilakukan melalui video conference.

Namun, pengurus partai harus bisa membuktikan alasan ketidakhadiran anggota yang bersangkutan, misalnya surat keterangan dokter atau rawat inap apabila sakit.

Kelonggaran video conference hanya untuk verifikasi faktual keanggotaan. Sementara itu, verifikasi faktual kepengurusan dan keterwakilan perempuan di tingkat pusat tidak bisa menggunakan cara ini. Keterwakilan perempuan di tingkat DPP, tetap harus dihadirkan.

KPU juga akan memadatkan waktu verifikasi faktual untuk 12 partai politik. Untuk tingkat pusat, verifikasi faktual dilakukan dua hari dari sebelumnya tujuh hari. Sedangkan di tingkat provinsi dilakukan dua hari dari sebelumnya tujuh hari, dan di tingkat kabupaten/kota menjadi tiga hari dari sebelumnya 21 hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bule AS Kagum dengan Budaya Memberikan Kursi untuk Wanita di KRL: Ini Luar Biasa!

Bule AS Kagum dengan Budaya Memberikan Kursi untuk Wanita di KRL: Ini Luar Biasa!

Megapolitan
Tak Lagi di Dukuh Atas, Remaja 'Citayam Fashion Week' Pindah ke Kota Tua

Tak Lagi di Dukuh Atas, Remaja "Citayam Fashion Week" Pindah ke Kota Tua

Megapolitan
Aktor Rio Reifan Ditangkap Lagi, Polisi Amankan Sabu, Ekstasi, dan Obat Keras

Aktor Rio Reifan Ditangkap Lagi, Polisi Amankan Sabu, Ekstasi, dan Obat Keras

Megapolitan
Marak Penjambretan di Sekitar JIS, Polisi Imbau Warga Tak Pakai Perhiasan Saat Bepergian

Marak Penjambretan di Sekitar JIS, Polisi Imbau Warga Tak Pakai Perhiasan Saat Bepergian

Megapolitan
Sudah 5 Kali Ditangkap Polisi, Rio Reifan Belum Lepas dari Jerat Narkoba

Sudah 5 Kali Ditangkap Polisi, Rio Reifan Belum Lepas dari Jerat Narkoba

Megapolitan
Marak Kasus Pemalakan Sopir Truk, Polisi Rutin Patroli

Marak Kasus Pemalakan Sopir Truk, Polisi Rutin Patroli

Megapolitan
Sopir Truk Dipalak Rp 200.000 di Kapuk Muara, Pelaku Masih Diburu Polisi

Sopir Truk Dipalak Rp 200.000 di Kapuk Muara, Pelaku Masih Diburu Polisi

Megapolitan
Pesinetron 'Tukang Bubur Naik Haji' Rio Reifan Positif Sabu

Pesinetron "Tukang Bubur Naik Haji" Rio Reifan Positif Sabu

Megapolitan
Aktor Rio Reifan Ditangkap Kelima Kalinya, Lagi-lagi Kasus Narkoba

Aktor Rio Reifan Ditangkap Kelima Kalinya, Lagi-lagi Kasus Narkoba

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri, Sudah Tak di Manado Sejak 10 Maret karena Izin Kunjungi Kerabat

Brigadir RAT Bunuh Diri, Sudah Tak di Manado Sejak 10 Maret karena Izin Kunjungi Kerabat

Megapolitan
Rumah TKP Brigadir RAT Bunuh Diri Pernah Dimiliki Fahmi Idris, Lalu Kini Dihuni Bos Tambang

Rumah TKP Brigadir RAT Bunuh Diri Pernah Dimiliki Fahmi Idris, Lalu Kini Dihuni Bos Tambang

Megapolitan
Cara Daftar Online Urus KTP dan KK di Tangsel

Cara Daftar Online Urus KTP dan KK di Tangsel

Megapolitan
Preman Perusak Gerobak Bubur di Jatinegara adalah Warga Setempat

Preman Perusak Gerobak Bubur di Jatinegara adalah Warga Setempat

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Preman Perusak Gerobak Bubur Pakai Celurit di Jatinegara

Polisi Kantongi Identitas Preman Perusak Gerobak Bubur Pakai Celurit di Jatinegara

Megapolitan
Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com