BEKASI, KOMPAS.com - Kapolsek Tambun Kompol Rahmat Sudjatmiko menyampaikan, pihaknya akan bekerja sama dengan Tim Cyber Crime Polres Bekasi untuk mengusut penyebar berita bohong (hoaks) mengenai ustaz di Tambun Utara yang didatangi dua orang ke rumahnya.
"Kami akan bekerja sama dengan tim cyber crime untuk melakukan penyelidikan. Siapa yang pertama menyebarkan mengenai PKI, penyerangan tokoh agama hingga berdarah-darah seperti itu. Kita akan lacak," ucap Sudjatmiko ketika dihubungi Kamis (22/2/2018).
Sudjatmiko menanggapi beredarnya informasi di media sosial terkait peristiwa yang menimpa Ustaz H M Ridwan Syakir di rumahnya, kawasan Tambun Utara, Rabu (21/2/2018) pagi.
Dalam informasi yang beredar di media sosial, ustaz itu diboyong dua pelaku keluar rumahnya. Informasi ini menyertakan kalimat mengenai bahaya Partai Komunis Indonesia (PKI).
Selain itu, informasi yang beredar di media sosial tersebut menyebutkan ditemukannya celurit, golok, serta daftar nama ustaz yang menjadi sasaran dalam tas pelaku.
Bukan penyerangan
Sementara itu, menurut Sudjatmiko, peristiwa ini bukan penyerangan ataupun bentuk teror. Tidak ada senjata yang ditemukan dalam tas pelaku, tidak ada atribut PKI, dan tidak ada darah-darah yang seperti diberitakan di media sosial.
Baca juga : Peristiwa di Tambun Utara Bukan Penyerangan Ustaz, melainkan...
Ia mengatakan, pelaku terdiri dari dua orang, yakni seorang berusia 30 tahun, sedangkan seorang lainnya berusia 17 tahun.
Keduanya datang ke rumah Ustaz Ridwan dan meminta dana dengan mengajukan proposal. "Namun, Ustaz Ridwan menolak. Sebab, ketika itu, ustaz sedang tidak enak badan," ucap Sudjatmiko.
Kedua pelaku lantas keluar rumah. Salah satunya, kata dia, mungkin tidak terima dengan hasil yang didapat sehingga berbicara kasar dan memaki-maki.
Kelakuan pelaku ini kemudian didengar warga sekitar. Warga lalu mengamankan para pelaku untuk dimintai keterangan dan melaporkan kejadian ini ke BKPM Tambun Utara, Polsek Tambun.
"Keduanya mengaku sudah setahun berpindah-pindah tempat. Dari Medan, Jambi, lalu Jawa Timur. Seperti itu pindah-pindah masjid minta uang. Kali ini tidak dikasih mungkin kesal, berkata kasar, lantas didengar warga," ucap Sudjatmiko.
Ancaman pidana
Menurut Sudjatmiko, mengenai penyebaran informasi yang salah ini sudah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Polisi dapat memproses hukum pelanggaran undang-undang tersebut.
Baca juga : Pemerintah Ancam Akan Tindak Tegas Para Penyebar Hoaks
UU ITE memuat ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras, agama dan antar-golongan.
"Jaid kalau ada berita meresahkan, membuat cemas, tolong berpikir bijaksana. Bertanya dulu pada pihak berwenang. Jangan sampai terprovokasi dan emosi sekarang banyak isu hoax," ucap Sudjatmiko.