NAMA bus Scania mulai melambung di Jakarta tahun 2014. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat itu menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta mengatakan, dia ingin mengganti bus-bus transjakarta yang sering mogok bahkan terbakar di jalanan saat tengah beroperasi dengan bus-bus Scania buatan Swedia.
"Scania memang sudah ratusan tahun bikin truk dan bus. Kan ini ada standarnya. Naik ini bus ini enggak beda sama naik Land Cruiser," kata Ahok pada 8 Mei 2104 ketika masih mempertimbangkan akan membeli Scania atau tidak untuk bus transjakarta.
Ahok tidak hanya berwacana. Tahun-tahun berikutnya, ratusan bus Scania didatangkan. Bus-bus transjakarta produksi China yang rentan bermasalah secara bertahap diganti dengan Scania.
Di kalangan orang awam di Indonesia, bus atau truk Scania mungkin tidak begitu familiar.
Namun Scania merupakan salah satu produk truk dan bus ternama di dunia. Seperti kata Ahok, perusahaan pembuatnya, Scania AB, telah memiliki sejarah panjang, tepatnya 127 tahun.
Di Eropa, Scania bersaing ketat dengan Mercedes, Volvo, dan MAN untuk truk berbobot di atas 16 ton. Tahun lalu di pasar Eropa, pangsa pasar Scania 16,5 persen. Sedikit di atasnya ada Volvo dan di posisi pertama bertengger Mercedes dengan pangsa pasar 20 persen.
Akhir April lalu, Kompas.com berkesempatan menengok salah pabrik perakitan sasis Scania di Sodertalje, di luar Ibu Kota Swedia, Stockholm. Scania berawal dari Sodertalje ini.
Baca juga: Saat Scania Pamer Dapur dan Produknya kepada Konsumen Indonesia
Kunjungan tersebut atas undangan Scania dan distributornya di Indonesia, United Tractors.
Selain di Swedia, Scania juga punya fasilitas produksi di Perancis, Belanda, India, Argentina, Brasil, Polandia, dan Rusia. Pabrik perakitan tersebar di 10 negara di Afrika, Asia, dan Eropa.
Kompas.com datang bersama lima wartawan lain dari Jakarta serta sejumlah kontraktor tambang di Tanah Air yang merupakan pelanggan truk Scania.
Pabrik jadi "destinasi wisata"
Suhu sekitar 10 derajat Celsius menyambut kami di kantor Scania di Sodertalje hari itu.
Kami diajak untuk melihat museum yang berisi koleksi truk dan bus Scania model lama dan sekilas sejarah perusahaan. Setelah itu kami dan rombongan para pelanggan Scania diperkenalkan dengan sejumlah produk baru Scania. Dari sana, kami dibawa ke area pabrik perakitan sasis.
Saat kami berkunjung, di belakang kami ada sejumlah siswa lokal yang juga tur ke pabrik itu.
"Kami rutin mendapat kunjungan, antara lain dari sekolah-sekolah atau kampus," kata Patrik Rask, guide master Scania yang mendampingi kami dalam tur itu.
Di koridor setelah pintu masuk, sebelum memasuki area perakitan, terdapat sekilas data tentang pabrik. Di situ tertera, pabrik luasnya 95.000 meter persegi itu punya pekerja 1.200 orang. Para pekerja berasal dari 50 suku bangsa di dunia dan memiliki 23 bahasa ibu yang berbeda.
"Mereka semua warga Swedia," kata Mathias Carlbaum, Executive Vice President of Commercial Operaton Scania saat ditanya tentang status kewarganegaraan para pekerja itu.
Usia para pekerja rata-rata 37 tahun, dengan masa kerja rata-rata 10 tahun. Sebanyak 340 orang merupakan pekerja kerah putih (white collor) dan 860 pekerja kerah biru (blue collor).
Dari total jumlah pekerja, 20 persen perempuan dan 10 persen bersatus pekerja fleksibel.
Pabrik beroperasi pukul 07.00 - 16.00. Dalam sehari pabrik memproduksi 60 truk dengan takt time 7 menit (setiap tujuh menit ada satu unit truk baru yang dihasilkan) dan 19 bus dengan takt time 22 menit.
Ia menjelaskan, butuh waktu sekitar 6 jam untuk merakit sebuah sasis truk. Setelah jadi, truk atau bus tersebut diuji selama dua jam.
Kami memulai tur dari titik awal di mana pekerja pertama kali menyusun rangka sasis dan berujung di titik di mana rangka sasis itu sudah berbentuk kendaraan, lengkap dengan kabinnya.
Proses perakitan itu melewati satu lintasan panjang. Rangka truk atau bus yang dirakit akan berhenti di sejumlah titik untuk dipasang komponennya. Setiap titik memiliki target waktu penyelesaian. Jika target waktu habis tetapi pengerjaan belum selesai, lampu indikator lintasan akan menyala merah.
Jika lampu indikator menyala merah, proses berhenti dan pengawas akan mendatangi titik atau spot yang "bermasalah" untuk mengetahui apa masalahnya dan menyelesaikan masalah itu.
Patrik menjelaskan, saat truk atau bus sedang dirakit orang bisa tahu kendaraan tersebut dipesan oleh siapa atau negara mana.
Ia juga menjelaskan, walau orang memesan kendaraan dengan seri yang sama, bisa saja rincian kendaraan yang dipesan berbeda antara pemesan yang satu dengan pemesan yang lain.
"Scania produksi kendaraan sesuai keinginan atau kebutuan pemesan. Scania membuat kendaraan seperti (prinsip) lego. Scania tidak menyetok kendaraan," kata Patrik.
Scania Mining Managing Director, Bjorn Winblad, secara terpisah membenarkan hal itu.
"(Truk atau bus) bisa di-customize. Kami menggunakan modular system. Anda tahu lego? Kalo Anda tahu lego, produk kami dibuat seperti lego. Truk atau bus dibuat berdasarkan keinginan atau kebutuhan konsumen," kata Winblad.
Karena menggunakan modular system, produk Scania bisa berbeda-beda sesuai keinginan pemiliknya. Sistem itu juga diklaim memudahkan para teknisi dalam melakukan perbaikan. Para teknisi terlatih akan bisa memperbaiki truk atau bus Scania seri apa saja.
Asal tahu cara kerja sistem komponen truk atau bus Scania, teknisi akan bisa memperbaiki bus walau dia tidak atau belum pernah berhadapan dengan truk atau bus semacam itu sebelumnya.
Sejarah panjang
Sejarah Scania dimulai 1891. Ketika itu, Philip Wersen, yang menikah dengan putri dari keluarga industralis terkemuka Kota Sodertalje, yaitu keluarga Ekenbergs, mengontak Surahamammars Bruk dengan proposal untuk bersama-sama membangun pabrik gerbong kereta api.
Surahammars Bruk merupakan perusahaan peleburan dan pencetakan besi yang telah berusia tua, yang merupakan pemasok roda dan komponen lokomotif serta gerbong.
Proposal Wersen diterima Surahamammars. Kesepakatan pembentukan sebuah perusahaan baru dibuat pada Desember 1891.
Namun produksi gerbong kereta Vabis berakhir 1911. Sementara itu, upaya perusahaan itu membangun dan membuat mobil dan truk mendapat momentum.
Tahun 1900, Maskinfabriks-aktiebolaget Scania atau Pabrik Mesin di Scania didirikan di Malmo, kota terbesar di Scania, provinsi paling selatan Swedia. Perusahaan itu memproduksi sepeda. Pada tahap awal, Scania juga memproduksi mobil dan truk.
Pada 1911, dua perusahaan tersebut, yaitu Vabis dan Scania, merjer untuk membentuk Scania-Vabis. Tujuannya adalah untuk menghadapi kompetisi yang meningkat di Eropa. Produski truk, mobil, dan bus terus berlanjut di Malmo dan Sodertalje, tetapi produksi sepeda dihentikan.
Setelah melewati krisis keuangan tahun 1921 dan masa perang dunia dua kali, tahun 1950 Scania-Vabis melakukan ekspansi dengan membuka jaringan di negara-negara Skandinavia lain dan melakukan ekspor ke nega-negara Benelux, serta ke Brasil di Ameri Latin.
Scania-Vabis kemudian membuka unit produksi pertama di Uni Eropa tahun 1964 dan hal itu mendorong penjualan produk ke negara-negara itu.
Tahun 1969, Scania-Vabis merjer dengan pabrik pesawat dan modil Swedia, Saab, dengan membentuk Saab-Scania. Nama Scania diadopdsi sebagai merek dagang.
Volvo, perusahan otomotif Swedia yang lain sekaligus pesaing Scania, tahun 1995 mencoba untuk membeli Scania dari para investor. Namun kesepakatan itu ditolak otoritas kompetisi Uni Eropa tahun berikutnya dan Volkswagen dari Jerman kemudian masuk sebagai pemegang saham mayoritas Scania sampai saat ini.
Kembangkan pasar
Berdasarkan laporan tahunan Scania 2017, perusahaan itu tahun lalu menjual 82.472 unit truk dan 8.307 unit bus, atau total 90.777 unit truk dan bus, di seluruh dunia.
Pasar truk Scania terbesar di Eropa, yaitu 59 persen dari total penjualan. Asia di urutan kedua dengan pangsa pasar 16 persen, Amerika Latin 12 persen, Eurasia 8 persen, dan Afrika serta Oseania 5 persen.
Sementara pasar bus Scania terbesar berada di Asia yaitu 34 persen, disusul Amerika Latin 28 persen, Eropa 24 persen, Afrika dan Oseania 10 persen, dan Eurasia 4 persen.
Head of Brand Management Corporation Relations Scania Mikael Person mengatakan, di Asia pasar terbesar Scania adalah China, lalu Indonesia, dan Korea Selatan.
Namun Bjorn Winblad mengatakan, saat ini Indonesia merupakan pasar terbesar Scania untuk truk tambang. Di belakang Indonesia ada Peru, China, dan India.
Tampaknya, tingginya harga komoditas tambang, terutama batubara, membuat sejumlah perusahaan tambang di Indonesia melakukan eksplorasi dan ekploitasi besar-besaran. Seiring dengan itu, kebutuhan akan truk yang mumpuni pun meningkat.
Penambahan ruas jalan baru, berupa jalan-jalan tol di Indonesia, juga lihat sebagai peluang untuk memasarkan bus Scania. Khusus di Jakarta, kebutuhan akan bus trasnjakarta merupakan peluang bagi Scania. Tahun lalu, sedikitnya 300 unit bus Scania dipesan untuk menjadi bus transjakarta.
Baca juga: CEO Scania Temui Ahok Khusus untuk Tawari Bus