Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Candaan Gaya Berbahasa "Anak Jaksel", Mengapa Fenomena Ini Terjadi?

Kompas.com - 14/09/2018, 07:18 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Kompas TV Yuk kita simak Selasa Bahasa berikut ini.

“Teman-teman yang kuliah di luar negeri, terbiasa berbicara dengan bahasa Inggris, balik ke Indonesia kemudian mereka lebih lancar ngomong bahasa Inggris," kata pria yang aktif menyosialisasikan penggunaan bahasa Indonesia di media sosial ini.

"Kemudian mereka berusaha untuk kembali lagi bahasa Indonesia, akhirnya sebagian besar kosakata itu mereka gunakan kemudian tercampur,” kata Ivan.

Wajar

Ivan menjelaskan, penggunaan kalimat yang melibatkan lebih dari satu bahasa merupakan sesuatu yang wajar dan sudah biasa terjadi dalam dunia linguistik.

Hal itu biasanya terjadi karena seseorang sedang mempelajari sebuah bahasa baru sehingga belum menguasai seluruh kosakata dalam bahasa itu.

"Kalau kita lihat yang terjadi di dalam 'Anak Jaksel', kosakata yang mereka gunakan untuk dicampur itu bukan kosakata yang sulit sebenarnya kan. Seperti 'which is', 'literally'. Jadi itu bukan dalam rangka untuk belajar bahasa kalau menurut saya," tutur Ivan.

Selain itu, untuk penyebutan istilah-istilah teknis, bahasa asing, terutama Inggris, banyak digunakan karena lebih popular dan lebih dahulu ada.

Misalnya istilah phubbing yang merupakan kosakata dalam bahasa Inggris. Orang Indonesia belum terlalu familiar dengan istilah "mabuk gawai" yang memilki arti sama dengan phubbing. Maka, banyak orang yang menggunakannya.

"Cuma memang untuk istilah sehari-hari seperti kata ‘yang’ diganti jadi 'which is', kemudian kata 'pada dasarnya' diganti dengan 'literally', begitu. Kan itu sesuatu yang tidak wajar," kata Ivan Lanin.

Untuk kasus-kasus seperti ini, penggunaan kata asing biasa disebut sebagai kata pinjaman yang bersifat sementara, sembari menunggu ada kata pengganti yang sesuai dalam bahasa yang biasa kita gunakan.

Namun, Ivan menyebut perlu diadakan penelitian secara ilmiah terlebih dahulu untuk dapat memastikan faktor-faktor di balik fenomena percampuran bahasa yang terjadi pada fenomena "Anak Jaksel" ini.

Penguasaan bahasa orang Eropa

Penulis buku Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris? (2018) ini mengisahkan beberapa temannya yang berasal dari benua Eropa.

Wilayah daratan yang mereka tinggali menyebabkan jarak antarnegara terletak berdekatan, sehingga masing-masing orang biasa menguasai lebih dari satu bahasa.

"Ya karena mereka berdekatan, umumnya menguasai lebih dari satu bahasa. Bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Perancis," ujar Ivan.

Namun, hal tersebut tidak menjadikan mereka kesulitan untuk membedakan tiap-tiiap kosakata dalam masing-masing bahasa.

"Orang yang bisa berbagai bahasa itu akan berbicara dengan temannya yang bisa bahasa Inggris dengan bahasa Inggris, bicara dengan temannya yang berbahasa Jerman, dengan bahasa Jerman," ucap Ivan.

"Mereka bisa memilah mana yang bahasa Jerman, dan mana yang bahasa Inggris. Satu kalimat satu bahasa, bisa enggak masalah, enggak dicampur-campur," kata dia.

Pada akhirnya, kemampuan menggunakan bahasa yang baik dan benar, menurut Ivan, didasarkan pada kemauan masing-masing indiividu. Sebab, banyak orang yang nyatanya bisa menyesuaikan lidahnya untuk berbicara menggunakan bahasa baru yang notabene bukan merupakan bahasa ibunya.

"Jadi hal seperti itu cuma masalah mau atau nggak," kata Ivan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com