JAKARTA, KOMPAS.com - Rika Nunung Tri Kusyati, salah satu korban selamat tsunami Selat Sunda, menceritakan kronologi kejadian mencekam saat Sabtu (23/12/2018) malam lalu.
Walaupun harus menceritakan kejadian tersebut dengan terbata-terbata karena rahangnya yang retak, Rika tetap bersemangat.
Saat itu, Rika menghabiskan liburan dengan suami, anak, menantu, dan kedua cucunya di Pantai Anyer.
Adapun Rika dan suaminya yang bernama Dadang Umbara merupakan wagra Yogjakarta. Sementara itu, keluarga anaknya menetap di Jakarta.
"Liburan sekeluarga. Saya dan suami dari Yogjakarta, sedangkan cucu tinggal di Jakarta. Saya sampai di hotel selang beberapa jam sebelum kejadian itu (tsunami). Itu pertama kali saya ke Anyer. Bahkan saat itu, saya baru selesai makan malam dan belum sempat mandi pas tsunami itu terjadi," ujar Rika kepada Kompas.com dengan terbata-bata, Senin (24/12/2018).
Baca juga: Dua Warga Kembangan Tewas dalam Tsunami Selat Sunda
Seusai makan malam, Rika memutuskan untuk beristirahat di kamar hotel yang letaknya di lantai dua.
Hotel yang ditempati Rika dan keluarga dekat dengan bibir Pantai Anyer. Saat itu, ia hanya makan malam bersama suaminya, sedangkan anak, menantu, dan kedua cucunya beristirahat di kamar.
Tak disangka, gelombang tsunami datang saat ia baru sampai di lobi hotel menuju lantai dua. Saat itu, kata dia, gelombang tsunami datang dua kali.
Gelombang tsunami yang pertama hanya masuk sambai lobi, sedangkan yang kedua, gelombangnya jauh lebih besar hingga mencapai lantai dua hotel.
"Tetapi gelombangnya itu keras. Saya terlempar hingga seberang jalan gara-gara ombak yang kedua," ujar Rika.
"Saat terlempar itu, saya sudah enggak sadar. Pas sadar, saya sudah ada di bawah kolong mobil. Badan saya sudah enggak bisa digerakin lagi karena sudah patah. Tangan saya, tulang panggul, tulang ekor, dan rahang saya sudah patah," tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, suami Rika, Dadang, mengatakan bahwa saat gelombang tsunami pertama datang, ia masih bersama sang istri.
Kendati demikian, ia langsung berlari ke lantai dua untuk menyelamatkan kedua cucunya yang masih di bawah lima tahun.
"Waktu ombak pertama datang, saya langsung menuju kamar buat menyelamatkan cucu saya. Cucu saya waktu itu baru ganti baju. Saya langsung dua-duanya. Tiba-tiba ombak kedua datang, salah satu cucu saya lepas. Beruntungnya, dia langsung pegangan ke kaki saya," kata Dadang.
"Saya terpisah sama ibu (Rika) karena dia terhempas ombak yang kedua. Padahal waktu itu, saya sama ibu mau ke kamar tetapi ibu engga sampai karena terhempas itu," ujar dia.
Baca juga: Pasca-tsunami Selat Sunda, KPU Segera Mutakhirkan Data Pemilih
Menurut Dadang, suasana mencekam saat gelombang tsunami kedua datang.
Kaca kamar hotel yang berada di lantai dua pecah dan kasur pun berserakan hingga ke luar hotel. Beruntung, ia dan sekeluarga yang berada di lantai dua berhasil selamat.
Porak poranda
Dadang pun langsung turun ke bawah untuk mencari istrinya. Saat itu, lobi hotel telah porak poranda akibat terjangan gelombang tsunami.
Pohon-pohon tumbang dan sejumlah bangunan runtuh. Ia berhasil menemukan istrinya yang berada di bawah kolong mobil.
Kendati demikian, perjuangannya belum selesai. Dadang harus mencari bantuan medis untuk istrinya.
Sayangnya, ia tak menemukan bantuan lantaran semua orang berhamburan pergi menuju bukit atau daratan yang lebih tinggi guna menyelamatkan diri.
"Kabarnya akan ada tsunami lagi waktu itu. Saya mencari bantuan tetapi enggak ada. Warga menyarankan agar saya ke perbukitan. Akhirnya saya berpikir untuk membawa istri dan keluarga saya ke bukit dulu," kata Dadang.
"Saya melihat pick up yang ditinggal sama driver-nya. Saya sudah enggak pikir panjang, saya bawa istri saya pakai pick up itu. Saya angkat sendiri badan istri saya itu. Saya langsung naik ke bukit. Perjalanannya sekitar 15 menit dari bawah. Saya juga enggak tahu itu mobil milik siapa," ujar dia.
Saat itu, anak, menantu, dan kedua cucu Dadang berada di mobil lainnya.
Baca juga: Finalis None Jaktim yang Jadi Korban Tsunami Banten Sempat Dilarang Pergi
Mereka bertemu di masjid di atas bukit. Mereka pun harus menunggu bantuan medis dari Sabtu sekitar pukul 22.30 WIB hingga Minggu (23/12/2018) pukul 03.00 WIB.
Istrinya pun langsung dibawa ke Rumah Sakit Krakatau Medika menggunakan ambulans milik TNI.
Selanjutnya, atas permintaan keluarga, istri Dadang dirujuk ke RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan untuk perawatan medis lebih lanjut.
"Sampai masjid di atas (bukit) itu sekitar 15 menit dari bawah. Waktu itu hujan deras, HP sudah enggak bisa dipakai karena enggak ada sinyal, hujan deras juga. Basarnas baru datang sekitar jam 03.00 WIB (Minggu)," ucap dia.
"Tetapi istri saya dibawa pakai ambulans TNI karena ambulans Basarnas dipakai untuk korban lainnya," kata Dadang.
Berdasarkan data sementara yang berhasil dihimpun Posko BNPB hingga Senin pukul 07.00 WIB, tercatat 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang dan 11.687 orang mengungsi akibat tsunami Selat Sunda.
Untuk kerusakan fisik, tercatat 611 unit rumah rusak, 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko rusak, dan 420 perahu-kapal rusak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.