JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga hari sudah sejak kebakaran Kemayoran 25 Desember berlalu. 210 Warga yang kehilangan rumahnya terpaksa mengungsi.
Warga yang tak lagi memiliki tempat tinggal terpaksa tidur di tenda yang didirikan Dinas Sosial Jakarta di depan SLB Harapan Ibu.
"Baru tiga malam di sini, tidurnya ya di posko ini," ungkap Ichi, seorang Ibu berusia 56 tahun yang tengah melipat pakaian yang ada disampingnya.
Ichi mengungkapkan rasa syukurnya atas banyaknya bantuan yang ia dapatkan selama mengungsi si tenda biru itu.
"Kami dikasih selimut sama pakaian bekas ini dikasih, sehari dapat makan tiga kali, makanya pakai ikan, ayam, telor, jadi untuk makanan cukup," katanya.
Baca juga: Puluhan Rumah Hangus Terbakar di Kemayoran
"Makanannya dikasih pagi, siang, sore", tambah seorang nenek berumur 66 tahun bernama Ratnaini.
Namun, hidup di tenda pengungsian tentunya banyak tantangan yang mereka alami.
"Malam pertama langsung hujan, sempat bocor sedikit dari tali-tali tenda ini merembes, cuma sudah diatasi jadi enggak bocor lagi," kata Ichi
"Untuk mandi kita numpang-numpang saja," kata Babai Jubaidi (40) yang turut menceritakan kondisi di pengungsian.
Dinas Sosial sebelumnya telah menyediakan kamar mandi berjalan untuk para pengungsi. Namun, pengungsi lebih memilih untuk mandi cuci kakus (MCK) di rumah warga yang tidak terkena kebakaran.
"Enggak ada yang mau naik ke sana, soalnya lebih enak numpang-numpang sama tetangga, soalnya kita di sini sudah kayak saudara," kata Ichi.
Namun yang menjadi kendala bagi para pengungsi ini adalah belum adanya bantuan peralatan mandi. Mereka hanya mendapatkan satu sikat gigi per-orang dan satu pasta gigi untuk bersama.
"Pakaian dalam juga belum ini, paling yang diluar doang banyak sumbangan," keluh Babai.
Baca juga: 120 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal Akibat Kebakaran di Kemayoran
Satu lagi masalah yang dihadapi para warga ialah belum adanya obat-obatan dan tim medis di daerah pengungsian.
"Pengobatan-pengobatan belum ada, ni nenek bengkak kemarin karena kepentok lemari", ungkap Ratnaini.