DEPOK, KOMPAS.com - Teriknya sinar matahari dan menyengatnya aroma kurang sedap dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Depok, Jawa Barat tak membuat para pemulung patah semangat mengais sampah.
Ketika truk mulai berdatangan, para pemulung bersiap mencari botol bekas maupun barang yang dapat dijual kembali.
Mencari sampah bagi mereka seperti mencari harta karun. Mereka terlihat terus mengais gunungan sampah tanpa memikirkan rasa lelah.
Baca juga: Anak Pemulung Tewas Tenggelam di Kalimalang, Orangtua Histeris
Saat menyusuri tumpukan sampah, Kompas.com menemui Apsaroh (53).
Dengan mengenakan kaos panjang biru, celana bahan hitam, dan topi, ia terlihat sibuk mengais sampah.
Kepada Kompas.com, ia menceritakan sudah mencari nafkah sebagai pemulung sejak tahun 1985.
Baca juga: Mayat Laki-laki Tanpa Identitas Dalam Drum Ditemukan Pemulung di Bogor
"Dulu mah awal saya kerja di sini sampahnya masih sedikit banget, masih sekolam doang sih," ucap Apsaroh di TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat, Jumat (28/12/2018).
Apsaroh memiliki empat orang anak, yang terdiri dari tiga anak perempuan dan satu laki-laki.
Tiga anak perempuannya sudah bekerja dan anak laki-lakinya masih duduk di bangku SMA.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Apsaroh rela mengais sampah setiap hari.
Baca juga: 30 Lapak Pemulung di Penjaringan Dibongkar
Tiap harinya, ia mulai beraktivitas pada pukul 10.00 hingga pukul 12.00. Kemudian, berlanjut lagi mulai pukul 15.00 hingga 17.00.
Tidak mudah menemukan botol dan barang-barang yang dapat digunakan di tumpukan sampah. Ia harus bersaing dengan belasan pemulung lainnya.
“Main cepet-cepetan sama pemulung lainnnya, dapatnya juga macem-macem. Kadang saya malah pernah dapat emas bahkan kadang nemu uang Rp 100.000," ucapnya.
Baca juga: Gerobak Pemulung Lepas, Satu Orang Tewas Ditabrak Minibus
Dari hasil memulung, ia mendapatkan penghasilan Rp 25.000 sampai Rp 50.000 per hari.
Ia pun selalu menyisihkan penghasilannya untuk ditabung agar dapat menguliahkan anak-anaknya.