JAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat identik sebagai salah satu pusat perdagangan tertua di DKI Jakarta.
Lokasinya di jantung Ibu Kota tak menjadikan suasana khas sejarah menghilang dari tempat ini.
Begitu pun dengan salah satu sisi jalan di seberang pasar yang berisikan para pelukis jalanan.
Kanvas, kertas, dan contoh-contoh lukisan terpampang di depan maupun di dalam kios-kios berukuran 2 x 3 meter tersebut.
Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Frida Kahlo, Pelukis asal Meksiko
Total ada 29 pelukis yang sampai saat ini masih bertahan menjajakan hasil goresan tangannya.
Sampai saat ini pun, pamor para pelukis yang tergabung dalam Kelompok Pelukis dan Penulis Indah (KPPI) itu tetap eksis.
Sesuai namanya, para seniman ini menghias kios-kios lukisan mereka tampak cantik dengan adanya ornamen-ornamen khas Betawi, seperti gigi balang berwarna hijau dan hiasan ondel-ondel di papan nama bertuliskan 'Sentra Lukisan JP27'.
Saat Kompas.com mengunjungi lokasi ini pada Jumat (29/3/2019), tak banyak aktivitas yang terlihat di tempat tersebut.
Sejauh mata memandang, hanya tampak satu dua calon pelanggan yang terlihat sedang melihat-lihat lukisan di salah satu kios.
Para pelukis duduk bersantai sembari berbincang dengan rekan mereka sesama pelukis.
Hanya beberapa di antaranya yang serius menggoreskan tinta di atas kanvas yang diletakkan di dalam kiosnya.
Sebagian besar para pelukis di Sentra Lukisan JP27 ini sudah memulai usaha mereka sejak puluhan tahun silam.
Hingga kini, mereka masih bertahan meski omzet tak sebaik dahulu.
Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Pablo Picasso, Pelukis Revolusioner
Salah satu pelukis bernama Tea sudah memulai profesinya sejak tahun 1999.
Pria berambut gondrong ini masih bertahan di tempat tersebut sejak masih beratapkan payung hingga sudah menjadi kios.
"Dulu jualan sambil ngelukis di sini cuma beratapkan payung saja, kalau sekarang sih sudah dibuatkan kios sama pemerintah sejak tahun 2018 lalu," ucap Tea.
Harga yang dipatok untuk lukisan hasil karyanya cukup bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung dari ukuran lukisan dan detail lukisan itu sendiri.
"Paling murah ya Rp 500.000, tapi hanya hitam-putih. Kalau berwarna rata-rata itu Rp 2 jutaan," ujarnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu lukisan pun beragam, tergantung dari pesanan pelanggan.
Meski kini kondisi dari segi tempat lebih baik, namun Tea mengeluhkan penurunan omzet karena pelanggan yang semakin sedikit.
Penghasilannya pun kini tak menentu. Dalam satu bulan ia mengaku rata-rata hanya mendapat lima pelanggan lukisan.
Baca juga: 60 Menit Jadi Model Pelukis On The Spot, Khofifah Senyum-senyum...
"Kalau lagi zonk pernah sebulan sama sekali enggak ada pelanggan. Sekarang sih hanya tinggal menggandalkan pelanggan lama saja," ungkapnya.
Hal sedikit berbeda justru disampaikan oleh Herdy, pemilik Poci Art Studio.
Ia mengatakan, meski penghasilannya menurun, tapi setiap harinya ada saja pelanggan yang datang ke kiosnya.
"Enggak seramai dulu sih tapi alhamdulillah setiap hari ada saja satu atau dua pelanggan yang datang," kata pria asal Medan, Sumatra Barat tersebut.
Meski penghasilannya terus merosot, namun Herdy mengaku tetap bersyukur dan tidak ada keinginan untuk beralih profesi.
"Ya mau gimana, sudah dari SD saya senang melukis. Waktu kuliah dulu juga ambil jurusan seni, syukuri saja apa yang didapat," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.