JAKARTA, KOMPAS.com - Paguyuban Generasi Remaja Randugunting (Grinting) merupakan sebuah perkumpulan yang berdiri tahun 2010 dengan misi membangun desa dari ketertinggalan.
Paguyuban tersebut berisi perantau asal Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Bantar Bolang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah yang berada di sekitar kawasan Jabodetabek.
Kompas.com bertemu dengan pendiri Paguyuban Grinting, Damirin Al Sukron, Selasa (7/5/2019).
Damirin bercerita, perkumpulan yang sudah berdiri 9 tahun dan berisi 820 anggota itu tak diragukan soliditasnya.
Baca juga: Bertolak ke Jateng, Jokowi Resmikan Tol Pejagan-Pemalang
Setiap bulan, anggota perkumpulan itu mengumpulkan iuran untuk membantu pembangunan di tempat kelahiran mereka, Pemalang.
"Dulu awal berdiri cukup sulit ya, karena ada yang pro dan kontra. Mereka yang kontra takut uang yang dikumpulkan dikorupsi atau digunakan untuk hal tidak jelas," cerita Damirin.
Namun, Damirin hanya fokus pada orang yang setuju akan idenya mengumpulkan uang untuk membantu pembangunan kampung mereka.
Saat itu, menurut dia, hanya ada 56 anggota yang bahu membahu mengumpulkan uang setiap bulan untuk membangun masjid di Kelurahan Peguyangan.
"Awalnya kami membangun paguyuban ini memang untuk membangun masjid. Karena di kelurahan kami, sejak zaman Presiden Soeharto hingga tahun 2010 itu hanya punya mushala dengan kondisi yang sempit, tidak punya kipas angin dan sebagainya," papar dia.
Pembangunan masjid akhirnya berhasil dilakukan hanya dalam waktu 1 tahun mengumpulkan iuran.
Alhasil, ketika Lebaran, para perantau yang kembali ke desa akhirnya percaya pada Paguyuban Grunting bentukan Damirin.
Baca juga: Polisi Gandeng Paguyuban Go-Jek Cari Saksi Pencurian Dana BOS
Kepercayaan itu, lanjut Damirin, membuat paguyuban berkembang pesat. Setiap tahun hingga hari ini dana yang dikumpulkan dapat mencapai Rp 250 juta.
"Sistemnya iuran setiap bulan. Untuk warga laki-laki membayar Rp 25.000, sedangkan perempuan Rp 20.000," kata dia.
Uang yang dikumpulkan paguyuban itu tak hanya digunakan untuk membangun desa, tetapi juga membantu warga Kelurahan Paguyangan yang hendak merantau ke wilayah Jabodetabek.
"Misal membantu untuk keberangkatan mereka merantau, memberikan pinjaman uang untuk usaha mereka. Bahkan kami sampai punya 20 mobil merek xenia dan avanza untuk anggota paguyuban yang hendak bekerja sebagai sopir taxi online," papar Damirin.
Desa ibarat makam
Sejak 2010, Paguyuban Randugunting berhasil memberikan banyak hal untuk Kelurahan Peguyangan, seperti membeli dua ambulans, membangun lapangan sepak bola, membeli 12 hektar sawah untuk memberi lapangan kerja petani yang tak punya lahan, menyediakan mesin penggiling padi dan mendirikan koperasi unit desa.
"Saya memulainya dengan berpikir bahwa kemajuan desa tidak bisa mengandalkan orang lain atau dana dari luar desa. Kemajuan desa harus diraih sendiri, dengan mandiri dan berdikari," kata Damirin.
Baca juga: Fadli Zon Akan Bentuk Paguyuban Korban seperti Ratna Sarumpaet, Neno, dan Ahmad Dhani
Untuk menjaga soliditas paguyuban, mereka memiliki lima ketua yang mengatur anggotanya masing-masing.
"Di DKI Jakarta ada dua ketua, kemudian masing-masing satu ketua untuk wilayah Tangerang, Depok-Bogor, dan Bekasi," kata Damirin.
Para ketua harus mengumpulkan iuran dengan mengunjungi masing-masing rumah anggota. Hal itu dilakukan untuk menjalin silaturahim dan melihat kondisi anggotanya masing-masing.
Membangun tanah kelahiran menjadi hal penting untuk Paguyuban Grinting. Sebab, menurut Damirin, desa ibarat sebuah makam.
"Boleh ditinggalkan namun harus tetap dirawat. Hidup di mana saja boleh, tetapi jangan lupa membangun tanah kelahiran. Jika desa kita maju, itu juga menjadi kebanggaan tersendiri untuk kita semua," tutur Damirin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.