JAKARTA, KOMPAS.com — Para demonstran yang dimotori Kivlan Zen dan Eggi Sudjana tak mampu melangsungkan agenda demonstrasi mereka dengan mulus Kamis (9/5/2019) lantaran tak mengantongi izin pihak kepolisian. Para demonstran itu menyebut diri sebagai Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (Gerak).
Aksi unjuk rasa yang direncanakan akan berlangsung di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) itu sedianya ingin mendesak kedua lembaga tersebut membongkar dugaan kecurangan yang berlangsung selama penghitungan suara Pilpres 2019.
Untuk mengantisipasi unjuk rasa itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono pada Rabu lalu menyatakan akan mengerahkan 11.000 personel gabungan.
Baca juga: Jumat, Massa Eggi Sudjana dan Kivlan Zen Kembali Gelar Aksi di KPU
Para demonstran kemarin telah berdatangan di titik kumpul di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, sejak pukul 12.30 WIB. Sambil menunggu Kivlan dan Eggi menemui mereka, beberapa tampak berteduh di bawah pepohonan, sisanya berfoto dengan latar belakang monumen pembebasan Irian Barat.
Mereka kemudian mendapat dan mengenakan pita kuning.
"Ini salah satunya tanda dukacita atas kecurangan demi kecurangan yang terjadi," kata seorang perempuan paruh baya yang enggan disebut namanya.
Salah satu koordinator massa Raydo Madjid mengatakan, penyematan pita kuning itu bertujuan untuk mengenali massa.
"Biar enggak ada penyusup yang tidak diinginkan," kata Raydo.
Bubar karena tak kantongi izin
Beberapa menit kemudian, seorang orator berdiri di atas mobil berlogo FPI yang diparkir di gerbang barat Lapangan Banteng. Orator itu mula-mula mengucapkan terima kasih kepada petugas gabungan yang jumlahnya cukup banyak siang itu.
Dia menyatakan tak akan melakukan vandalisme dan hanya berniat membongkar kecurangan pemilu.
"Ini bukan soal Jokowi-Ma'ruf, Prabowo-Sandi, ini soal kedaulatan rakyat. Jangan sampai kedaulatan bangsa digadaikan! Kita harus selamatkan demokrasi. Dari Lapangan Banteng kita akan ke Bawaslu, meminta Bawaslu untuk membongkar kecurangan di pemilu yang lalu," serunya.
Sekitar lima menit orator itu berbicara, Kapolres Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan memintanya menghentikan orasi. Harry lebih dulu bertanya kepada massa soal STTP (surat tanda terima pemberitahuan) yang belum diterima pihak kepolisian.
Orator yang turun dari panggungnya tampak kelabakan mencari seseorang yang disebut