Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Tolak Seluruh Pleidoi Ratna Sarumpaet

Kompas.com - 21/06/2019, 16:28 WIB
Vitorio Mantalean,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) Reza Murdani menolak seluruh dalil pleidoi/nota pembelaan terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet dalam agenda pembacaan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019) siang.

"Apa yang didalilkan penasihat hukum terdakwa dalam nota pembelaannya tidak berdasar, sehingga harus ditolak. Semua hal yang penuntut umum nyatakan telah tepat dan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah terang dan nyata," ujar Reza membacakan repliknya di hadapan sidang.

Salah satu dalil yang ditolak ialah pernyataan penasihat hukum Ratna dalam pleidoinya yang menyebut, tidak tepat jika kliennya dikenakan Pasal 14 Ayat 1 Nomor 1 Undang-undang Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Baca juga: Ratna Sarumpaet Kembali Sebut Kebohongannya Tak Timbulkan Keonaran

Penasihat hukum Ratna menganggap, sudah ada aturan baru yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Namun, merujuk keterangan ahli hukum pidana, Merti Rahmawati Argo, Reza menilai bahwa UU Penyiaran hanya khusus dilakukan di media sosial atau media penyiaran.

Adapun penyiaran yang dimaksud di dalam Pasal 14 Ayat 1 Nomor 1 Undang-undang Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana memiliki pengertian memberitahu.

"Perbuatan terdakwa tersebut telah terbukti secara meyakinkan sebagaimana diuraikan dalam tuntutan kami," ujarnya.

Baca juga: Ratna Sarumpaet: Aku Mau Istirahat Saja Mengurus Cucu, Kapok

Reza juga menolak dalil penasihat hukum Ratna Sarumpaet yang meragukan objektivitas sejumlah saksi berlatar belakang penyidik yang dihadirkan JPU dalam nota pembelaan yang dibacakan Selasa (18/6/2019) silam.

"Tidak ada ketentuan yang mengatur dalam KUHAP yang melarang penyidik diminta keterangan sebagai saksi. Faktanya, banyak perkara lain di mana penyidik sebagai saksi, misalnya saja dalam perkara narkotika," kata Reza.

Dia juga menolak pernyataan penasihat hukum Ratna bahwa pengertian keonaran dalam tindak pidana dalam Pasal 14 Ayat 1 Nomor 1 Undang-undang Tahun 1946 tidak boleh multitafsir.

Reza mengutip keterangan sejumlah ahli untuk menguatkan anggapan bahwa kasus penyebaran berita bohong Ratna menimbulkan keonaran.

"Dari keterangan ahli bahasa Wahyu Wibowo, keonaran merupakan keributan. Maksud dari keributan itu tidak hanya anarkis, melainkan juga membuat gaduh atau membuat orang menjadi bertanya-tanya," kata Reza dalam repliknya.

"Dari ahli sosiologi hukum Trubus Rahardiansah, apabila terjadi pro-kontra konteksnya apabila ada berita bohong yang terjadi di dunia maya juga bisa terjadi di dunia nyata," tambahnya.

Dalam kesimpulannya, Reza meminta majelis hakim menjatuhkan vonis sesuai tuntutan JPU yakni enam tahun kurungan.

"Oleh karena itu sudilah kiranya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet sesuai dengan surat tuntutan penuntut umum," imbuh Reza.

Jaksa menganggap Ratna telah melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana soal Penyebaran Berita Bohong.

Ratna dianggap telah menyebarkan berita bohong atau hoaks tentang penganiayaan sampai menimbulkan keonaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com