JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Polda Metro Jaya untuk menggalakkan razia emisi kendaraan di Ibu Kota. Hal ini sebagai upaya jangka pendek dalam menangani tingkat pencemaran udara Jakarta yang kian mengkhawatirkan.
"Kalau jangka pendek, pakai penegakan hukum. Karena kalau dimulai dari energi itu lama. Kami sudah sampaikan ke Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sama Ditlantas Polda Metro Jaya, lakukanlah razia emisi," kata pria yang akrab disapa Puput itu kepada wartawan di kantor KPBB di Jakarta Pusat, Jumat (28/7/2019).
Baca juga: Menurut Anies, Ini Penyumbang Terbesar Polusi Udara Jakarta...
Menurut Puput, efek yang ditimbulkan dari razia emisi kendaraan bakal membuat banyak pemilik kendaraan bermotor jadi lebih memperhatikan emisi kendaraannya. Hal itu akan semakin berdampak jika pemilik kendaraan yang tak lolos uji emisi dijatuhkan tilang dengan nominal yang cukup besar oleh pengadilan.
"Razia emisi itu tidak perlu tiap hari, tiga bulan sekali cukup. Dua jam saja. Katakanlah dalam dua jam itu kita merazia 100 mobil atau motor. Hanya dua kendaraan saja kendaraan yang ketahuan tidak memenuhi standar, terus ditindaklanjuti ke pengadilan, terus hakim memberikan denda Rp 2 juta," ujar Puput.
"Itu kan sudah menjadi informasi yang positif untuk pengendara yang lain. 'Wah sekarang (emisi) sudah ada razia ya'. Dengan begitu, mereka akan takut dan bakal mengecek kendaraannya. Efek itu kan penting kan. Yang ditangkap cuma satu, tapi satu orang yang ditangkap, ini akan memengaruhi 10 juta orang," tambahnya.
Puput mengatakan, sebetulnya persoalan emisi sudah lama diamanatkan melalui Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Seharusnya, pemilik kendaraan rutin menguji emisi kendaraannya.
Namun, menurut Puput, hingga saat ini uji emisi kendaraan diperlakukan hanya sebagai "kegiatan sukarela". Maka, gagasan untuk melakukan razia emisi terhadap kendaraan bermotor mestinya sudah kuat secara hukum.
"Kan undang-undangnya mengatakan, setiap kendaraan mobil dan motor beroperasi di jalan raya wajib memenuhi emisi. Itu harusnya dirazia. Ditambah lagi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pencemaran udara. Jadi polisi dan dinas lingkungan harus bekerja sama soal itu," kata Puput.
KPBB mencatat, emisi kendaraan bermotor menyumbang 47 persen zat pencemar di Jakarta setiap hari, terbanyak dibandingkan aktivitas lain di Ibu Kota. Penyumbang berikutnya adalah industri dan pembangkit listrik (22 persen), debu jalanan (11 persen), kegiatan domestik (11 persen), pembakaran sampah (5 persen), dan pekerjaan konstruksi (4 persen).
"Indeks kualitas udara pada 2018 menunjukkan, kualitas udara dalam kategori baik di Jakarta hanya 36 hari selama kurun 1 Januari-31 Desember 2018," kata Puput.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.