JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang pendiri Kompas Gramedia, Pollycarpus Swantoro, meninggal dunia pada Minggu (11/8/2019), sekira pukul 03.30 WIB.
Swantoro, atau yang biasa dipanggil Pak Swan oleh sebagian besar wartawan Kompas, meninggal pada usia 87 tahun.
Nurbertus Nuranto, putra sulung Pak Swan mengatakan, Ayahnya tutup usia dalam keadaan tertidur.
"Biasanya kan dia (Pak Swan) ngorok dan biasa bangun pagi. (Tadi) Ibu saya enggak dengar dia ngorok. Dibangunin ya sudah enggak ada (meninggal)," kata Nur saat ditemui Kompas.com, Minggu.
Ia mengatakan, sang Ayah tidak memiliki riwayat penyakit tertentu menjelang akhir hayatnya. Bahkan, kata dia, kemarin Pak Swan masih beribadah di Gereja, serta menemani dirinya merokok bersama di rumah.
Baca juga: Pendiri Kompas Gramedia, Pollycarpus Swantoro Berpulang
Rasa kehilangan pasti dirasakan Nur, istri Pak Swan, maupun anak-anaknya yang lain.
Namun, mereka memilih untuk tetap tersenyum ketika menyambut tamu yang datang untuk melayat.
Alasannya, sang Ayah meninggal seperti apa yang diinginkan, yakni pergi dalam keadaan tertidur.
Berkomunikasi melalui buku
Nur menyampaikan, Pak Swan merupakan sosok seorang Ayah, guru, sekaligus teman bagi dirinya. Menurut Nur, Pak Swan selalu mengajarkan anak-anaknya untuk "sembodo"
"Artinya, lu berani ngomong sesuatu, mau kerjakan sesuatu, ya kerjakan saja, tanggung jawab sendiri," ujar Nur.
Selain itu, Pak Swan selalu mengajarkan anak-anaknya untuk belajar dan membaca, karena ia begitu mencintai dunia tulis dan baca.
Bahkan, Nur mengungkapkan, salah satu cara untuk berkomunikasi dengan sang Ayah adalah dengan membaca.
"Kalau mau ngobrol sama dia ya lewat bacaan. Saya baca, terus kalau ada yang tidak saya mengerti, baru dia ngajar, jadi bahan (obrolan) akhirnya kebiasaan baca," kata Nur.
Bagi Pak Swan, buku hampir seperti hidupnya sendiri. Begitu juga yang disebutkan oleh Bre Redana, wartawan Kompas dari 1982-2017 yang merupakan bawahan Pak Swan ketika menjabat sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas.