JAKARTA, KOMPAS.com - Di usia 23 tahun mungkin sebagian dari kita ada yang masih berkuliah, bekerja di perusahaan, maupun terikat dengan suatu institusi.
Namun, berbeda dengan William Aditya Sarana. Di usianya yang ke-23 tahun, William bakal menjadi wakil rakyat.
Ya, William merupakan 1 dari 106 anggota DPRD DKI Jakarta yang terpilih periode 2019 - 2024 dan akan dilantik pada 26 Agustus 2019 nanti. Ia berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Saat dilantik nanti, ia bahkan belum diwisuda dari kampusnya Universitas Indonesia.
Baca juga: Cerita Tina Toon, Mantan Penyanyi Cilik yang Akhirnya Berkiprah di Dunia Politik
Lalu apa yang menjadi motivasi William untuk berkecimpung di dunia politik dalam usianya yang begitu muda ?
Pria kelahiran 2 Mei 1996 ini bercerita bahwa Ia sudah jatuh cinta dengan dunia politik sejak masih memakai seragam putih abu-abu.
Kala itu, William rajin berkecimpung sebagai anggota organisasi siswa intra sekolah atau OSIS. Tak lepas dari itu, minat William semakin tersalurkan saat duduk di bangku kuliah.
Pria keturunan Tionghoa ini menjadi anggota kongres mahasiswa UI dan juga ketua mahkamah mahasiswa UI.
Tak heran jika pengalaman ini membawanya terlibat dalam politik praktis. Lebih spesifik, William merasa bahwa anggota DPRD DKI di periode sebelumnya cukup "buruk".
Baca juga: Jadi Anggota DPRD DKI, Putri Zulhas: Masuk Politik Itu Enggak Ada Untungnya, tetapi...
Salah satunya karena tak ada anggota yang melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Selain wakil rakyat, menurut dia, Jakarta saat ini memiliki Gubernur dengan kinerja yang belum baik.
"Anggota DPRD sebelumnya yang paling buruk. Anggotanya enggak ada yang lapor LHKPN bahkan wakil ketua KPK bilang jangan pilih petahana ditambah kita sekarang punya Gubernur Anies yang menurut saya bisa jadi Gubernur terburuk sepanjang DKI Jakarta. Nah kombinasi ini yang membuat saya mau terjun langsung ke politik praktis," ucap William saat berbincang dengan Kompas.com di kantor DPW PSI, Kemayoran, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Ia merasa jika hanya menjadi advokat sesuai jurusannya tak akan melakukan perubahan yang cepat untuk kepentingan masyarakat
"Kita harus terjun langsung kita kawal kebijakannya," kata dia.
Dengan jiwa mudanya yang masih idealis, William kemudian menjatuhkan pilihannya untuk bergabung dengan PSI.
Bukan tanpa alasan, pilihan kepada partai yang dikenal "millenial" ini lantaran Ia menganggap PSI masih memiliki ekosistem partai yang sehat.
"Menurut saya ekosistem parpol di partai lain itu sudah rusak. Sifatnya itu nepotisme sudah ada backingan oligarkis tertutup. Kalau kita jadi orang baik sendirian di parpol yang lama misalnya itu enggak akan mengubah apa-apa," tuturnya.
Baca juga: Jatuh Bangun Hardiyanto Kenneth, Minoritas yang Dapat Kepercayaan Jadi Anggota Baru DPRD DKI
Ia menjamin, dengan ekosistem PSI yang masih sehat maka dirinya bersama 7 anggota PSI lainnya yang terpilih sebagai anggota DPRD DKI transparan dan anti korupsi.
"Kita anti korupsi enggak ada uang mahar dan lain-lain. Nah ekosistem ini yang kita mau bawa sebagai bentuk perubahan di politik praktis di indonesia dalam hal ini DKI," tambah William.
William berkomitmen bahwa Ia dan PSI akan jauh dari kata korupsi.
Dalam pandangannya, mayoritas wakil rakyat melakukan korupsi karena terlalu banyak menghamburkan uang saat kampanye.
"Sistem politik kita itu terlalu termal kampanye caleg itu bisa 10 milliar 12 milliar jor-joran, jadi enggak cukup dia kalau cuma gaji dan tunjangan. Harus cari masukkan lain," jelas William.
Ia lalu membandingkan dengan dirinya saat kampanye yang hanya mengeluarkan uang kurang lebih Rp 500 juta.
Jika dihitung, William yakin modal tersebut sudah tertutupi ketika Ia mendapat gaji dan tunjangan sebagai anggota DPRD DKI.
"Saya hitung dengan gaji dan tunjangan pasti balik modal jadi kalau di PSI kita menjaga betul pengeluaran caleg. Kita enggak diminta uang mahar, pada saat jadi anggota DPRD pun kita enggak ditarikin duit. Malah pengurus DKI Jakarta sndiri yang nyari duit gitu. Jadi sistemnya itu harus diubah enggak bisa kita ngandalin modal perorangan," kata dia.
Anak kedua dari 3 bersaudara ini lalu memaparkan bahwa dengan modal Rp 500 juta selama kampanya hanya digunakan untuk sosialisasi dan pengenalan diri ke masyarakat.
Layaknya calon anggota DPRD DKI lainnya, William juga melakukan blusukan namun blusukan versi murah.
Baca juga: Ima Mahdiah, Caleg PDI-P Terpilih Bakal Boyong Gagasan Ahok ke DPRD DKI
"Bikin mahal itu kan sebenarnya kalau kita kasih sembako atau uang ke warga. 1 orang bisa 200 sampai 300 ribu itu yang biikin mahal. Saya enggak melakukan itu, saya enggak membagikan sembako enhhak membagikan amplop-amplop uang. Saksi pun hanya di kecamatan jadi sangat murah," paparnya.
Modalnya hanya digunakan untuk konsumsi bersama warga selama kampanye.
Lalu untuk alat peraga kampanye sebagian juga dibantu dari DPP PSI sebagai bentuk dukungan kepada calegnya.
"Spanduk itu pun di DPP itu membantu kita. Stiker kartu nama jadi kita disupport," tutup William.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.