"Anggaran Rp 150 juta. Ini didesain dan dirancang sendiri oleh Dinas Kehutanan," ujar Suzi saat dihubungi, Rabu (21/8/2019).
Suzi mengatakan, pihaknya sengaja membuat instalasi gabion yang terbuat dari tumpukan batu kali dan kawat supaya biayanya terjangkau.
Disebut menyerap polusi
Di sekitar instalasi itu, ditanami tanaman-tanaman sansevieria (lidah mertua), lollipop, dan bugenvil yang dapat menyaring polusi.
"Kemarin itu penanamannya dalam rangka (Hari Ulang Tahun) Kemerdekaan Republik Indonesia. Kami mau menggambarkan informasi tanam-tanaman (anti)-polutan, narasinya sedang kami buat. Di lokasi itu kami contoh tanam-tanam (anti)-polutan," kata Suzi.
Ia menyebut, instalasi gabion itu dapat berfungsi kurang lebih dua tahun ke depan.
Suzi tak menutup kemungkinan setelah itu akan ada jenis instalasi lain yang akan dipasang di lokasi tersebut.
"Namanya instalasi bisa berganti-berganti, tiap ornamen kota itu berganti-ganti, dinamis sifatnya. Tergantung Dinas Kehutanan mau ganti atau enggak. Misalkan ada yang lebih bagus, lebih menarik, supaya warga enggak bosan," kata Suzi.
Pro kontra masyarakat
Layaknya instalasi getih getah, pembuatan gabion juga tuai kontroversi dari masyarakat. Apalagi biayanya yang terbilang cukup besar.
Salma Dewi (27) mengatakan, jika dilihat, instalasi tersebut kurang menarik. Menurut dia, justru lebih baik kalau hanya dijadikan taman biasa yang dipenuhi bunga.
"Kurang enak dipandang ya kalau menurut aku. Karena kayak susunan batu tinggi. Ya mungkin aku kurang ngerti seni, cuma buat orang awam kurang menarik," kata Salma kepada Kompas.com, Kamis (22/8/2019).
Baca juga: Begini Bentuk Instalasi Gabion, Pengganti Getih Getah di Bundaran HI
Ketika mengetahui anggaran pembuatan tersebut, Salma menilai bahwa Pemprov DKI justru menghamburkan anggaran.
"Mending buat kepentingan yang lain enggak sih? Biaya Rp 150 juta kan banyak banget itu. Mending dibikin taman atau apa," ucap dia.
Warga lain, Nirwansyah (32), memandang pembangunan instalasi ini sebagai hal positif.