Ia bahkan sering merasakan kata-kata ledekan dari teman sebayanya.
"Jadi kalau saya olahraga teman-teman bilang, 'Wahab itu di punggung kamu ada gambar peta'. Kalau panu biasa kan basah, kalau kusta itu kering. Jadi di tempat itu pori-porinya mungkin tertutup. Jangka waktunya lama timbul reaksi rasa panas," kisah Wahab.
Karena masih awam tentang penyakit kusta, Wahab dan keluarganya hanya menempuh pengobatan herbal dengan menggunakan obat-obat kampung.
Rupanya pengobatan ini cukup ampuh, kusta yang dideritanya sempat hilang. Namun, kusta menyerang lagi saat dia duduk di bangku SMA.
Saat itu Wahab dan keluarganya tinggal di Solo, Jawa Tengah, meski mereka berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Dari gurunya di Solo dia tahu soal RS Sitanala yang menangani kusta.
"Saya aslinya dari Palembang. Jadi waktu saya sekolah (di Solo), kata guru saya, 'Coba kamu ke Sitanala'. Mungkin guru tahu, kan dulu ada pelajaran ilmu kesehatan. Dari Solo baru SMA kelas 2, ke Jakarta," tutur Wahab.
Kusta yang diderita Wahab makin menyebar hingga menyerang saraf periferi. Tangan dan kakinya mati rasa. Suhu makanan dan benda lain tak lagi terasa.
"Tangan, kaki juga, itu kulitnya jadi enggak berasa. Makanya harus pakai otak ini panas atau enggak (untuk mendeteksi suhu benda), karena enggak berasa," ujar dia.
Selain mati rasa, jari di tangan Wahab tak lagi lengkap, juga karena serangan bakteri Mycobacterium leprae penyebab kusta.
Berobat ke RS Sitanala, Ia pun memutuskan menetap di Kampung Kusta. Dia terus menjalani pengobatan rutin hingga dinyatakan sembuh pada 1989.
Yang dirasakan Wahab sekarang bukan lagi keluhan terkait kusta melainkan lebih banyak karena faktor usia. Misal, darah tinggi dan diabetes.
"Ya kebanyakan lambung, diabetes, darah tinggi. Biasa, penyakit orang tua," kata dia sembari tertawa.
Meski demikian, Ia tak ingin pindah dari Kampung Kusta. Wahab menikah di sini dan memilih menghabiskan masa tuanya di Kampung Kusta.
Menjadi pasif karena penyakit kusta tak berlaku bagi Wahab. Ia mengaku lebih senang aktif berkegiatan. Bahkan, dia pernah menjadi ketua rukun tetangga (RT) di Kampung Kusta.
"Ada jadi RT. Saya 15 tahun jadi Ketua RT. Saya, alhamdullilah di sini lebih banyak bergaul," ungkap Wahab.
Tak hanya menjadi ketua RT, Ia pun tertarik dengan dunia politik. Wahab sempat bergabung bersama Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Kecamatan Neglasari.
"Saya (pernah) duduki ketua PAN di tingkat kecamatan. DPC. Saya pernah ketemu Amien Rais, terus istri Hatta Rajasa saya mengajukan waktu masih di partai," ucap dia dengan wajah berseri.
Aktif berkegiatan, ungkap dia, membuat orang-orang di luar lingkungan penderita kusta ikut terbiasa pula tak memandang rendah penderita atau mantan penderita kusta.
Tak mengherankan, Wahab pun menjadi salah satu tokoh yang cukup dipandang dan dihormati di Kampung Kusta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.