JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan gedung-gedung tinggi nan mewah di Jakarta sering menyisakan pilu tersendiri bagi warga setempat.
Tempat yang dulunya adalah permukiman warga seketika berubah menjadi gedung-gedung tinggi.
Seperti yang terjadi pada Gedung Apartemen Thamrin Executive Residence, Jalan Kebon Melati, Jakarta Pusat.
Dahulu, lahan yang dipakai apartemen itu adalah permukiman warga. Bahkan ada pula lapangan bola tempat masyarakat kerap bermain bola, layangan, saling bertegur sapa, dan bercengkerama dengan warga lainnya secara turun-temurun.
Lies adalah satu warga Kebon Melati yang masih bertahan tinggal di kompleks apartemen mewah itu. Namun bukan di dalam unit apartemennya melainkan di rumah reyot yang ada di dalam kompleks apartemen.
Ia bercerita, dahulu warga yang tinggal di kawasan itu sedikit.
"Dulunya cuma ada dua hingga tiga rumah lah, itu juga rumah saya dan keluarga saya samping-sampingan. Dahulu tidak masuk listrik di sini pas zamannya Belanda dan Jepang menjajah Indonesia," ujar Lies kepada Kompas.com saat ditemui di rumahnya, Jumat (20/9/2019).
Baca juga: Ironi Rumah Reyot di Tengah Apartemen Mewah di Thamrin...
Lalu lambat laun pada tahun 1990-an listrik mulai ada di kawasan rumahnya dan warga pun semakin banyak yang bermukim di kawasan itu.
"Ya ada lah sepuluh rumah yang tinggal di sini cuma emang jaraknya berjauhan," kata Lies.
Namun, kondisi itu mulai berubah ketika ada rencana pembangunan Gedung Apartemen Thamrin Executive Residence.
Pasalnya setiap warga yang memiliki rumah di kawasan itu diminta pindah karena adanya pembangunan apartemen itu, termasuk Lies.
Lies bercerita, pengelola apartemen menggunakan preman untuk meminta ia dan warga lainnya pindah.
Menurut Lies, saat itu para preman yang disewa pengelola membuat ricuh kampungnya. Bahkan, Lies yang kala itu berjualan nasi di depan rumahnya dahulu sempat ditakut-takuti.
"Beh dulu saya saja yang jualan di situ ya, para preman itu pada makan di warung saya. Eh pas habis malah tidak dibayar, malah pas ditagih ngamuk berantakin warung saya sampai saya kebalikin aja jualan saya ke mereka. Rugi yang ada saya," ujar Lies.
Tak hanya Lies yang mengalami nasib malang, beberapa warga lainnya pun turut mendapat perlakuan yang sama. Mereka ditakut-takuti para preman hingga akhirnya memilih pindah.
Baca juga: Pertahankan Rumah di Tengah Kompleks Apartemen, Lies Tolak Tawaran Satu Unit hingga Uang Rp 3 M
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.