Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sutiyoso menjadi gubernur DKI Jakarta selama 10 tahun, yaitu pada 1997-2007. Salah satu kebijakannya yang terus dilanjutkan hingga kini yakni, pembangunan transjakarta atau busway.
Transjakarta jurusan Blok M-Kota sepanjang 12,9 kilometer diluncurkan pada 15 Januari 2004.
"Bus transjakarta merupakan jawaban atas kondisi lalu lintas saat ini dan sekaligus menjadi titik awal dari perombakan total sistem angkutan umum dalam bingkai transportasi makro," kata Sutiyoso saat peluncuran itu sebagaimana diberitakan harian Kompas pada 16 Januari 2004.
Baca juga: Henk Ngantung, Desainer Tugu Selamat Datang di Bundaran HI yang Jadi Gubernur
Saat itu, transjakarta disambut antusias warga. Orang tua dan anak muda memadati Terminal Blok M dan halte di kawasan Kota Tua, termasuk halte-halte di jalur bus khusus tersebut.
Selama dua minggu pertama, warga Jakarta menikmati 56 bus transjakarta secara gratis.
Gagasan Sutiyoso meluncurkan transjakarta bukan tanpa rintangan. Banyak pihak mengkritik transjakarta.
Harian Kompas edisi 15 Desember 2003 memberitakan, saat masa uji coba Jalan Sudirman macet. Sejumlah bus transjakarta rupanya berhenti di jalur khusus di depan halte Dukuh Atas pada 13 Desember 2003.
Terkait kemacetan itu, pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, situasi itu mengindikasikan kegagalan program transjakarta.
Selain itu, kehadiran transjakarta disebut akan meminggirkan sopir-sopir bus lain dan itu akan berdampak sosial luas.
Baca juga: Soemarno Sosroatmodjo Sang “Gubernur Sampah”
Anggota DPRD DKI Jakarta kala itu, Tjuk Sudono, juga mengkritik proyek transjakarta .
Dia mengatakan, angkutan umum yang diharapkan dapat mengatasi kemacetan di Ibu Kota itu menelan biaya begitu besar, yakni sebesar Rp 86,25 miliar.
Harian Kompas terbitan 30 Desember 2003 memberita kecamana dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jakarta Development Watch (Jadewa).
LSM itu mengkritisi dana pembangunan berbagai prasarana penunjang transjakarta yang diduga mudah diselewengkan.
Dana prasarana penunjang transjakarta itu antara lain, halte Rp 5 miliar, pembangunan pembatas jalan (separator) Rp 2,7 miliar, marka dan tanda jalan Rp 4 miliar, dan pembangunan rambu Rp 300 juta.
Baca juga: Henk Ngantung, Gubernur DKI Etnis Tionghoa Pertama yang Kemudian Menderita karena Dicap PKI