Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluh Kesah Sopir Mikrolet, Bertahan di Tengah Maraknya Ojek "Online"

Kompas.com - 11/11/2019, 07:18 WIB
Nursita Sari,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Waktu menunjukkan pukul 17.30 WIB, Minggu (10/11/2019). Edi (45) tampak mengelap mikrolet warna biru M16 Kampung Melayu-Pasar Minggu yang telah ia kemudikan seharian.

Sambil berbincang dengan Kompas.com, Edi mengeluarkan segepok uang kertas Rp 2.000 hingga Rp 10.000-an dari sakunya. Ia menghitung pendapatannya setelah bekerja seharian.

"Rp 80.000 dari pagi jam 05.30-an. Ini sudah murni (pendapatan), di luar setoran (kepada pemilik mikrolet)," ujar Edi di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Pendapatan Edi merosot sejak maraknya ojek online di Ibu Kota. Biasanya ia bisa mendapatkan penghasilan paling sedikit Rp 300.000 per hari. Itu terjadi sebelum beroperasinya ojek online.

"Kalau sekarang, dapat Rp 100.000 sudah bagus banget," kata pria yang sudah bekerja sebagai sopir sejak 1995 itu.

Gara-gara munculnya ojek online, waktu berhenti untuk menunggu penumpang (ngetem) pun makin lama. Biasanya, waktu ngetem di terminal hanya 10 menit. Kini, setelah hadirnya ojek online, waktu ngetem bertambah bisa sampai 30 menit.

Baca juga: Yuk Naik Jak Lingko Ber-AC, Transportasi Umum yang Dapat Hindari Penumpang Terpapar Polusi Udara

"Waktu ngetem otomatis lebih lama, penumpang jadi marah," tutur sopir lainnya, Ahmad (51).

Mencari pekerjaan baru tak semudah membalikkan telapak tangan. Edi dan Ahmad pun memilih tetap bertahan sebagai sopir mikrolet di tengah gempuran ojek online.

Ahmad tak mau berharap apa pun kepada pemerintah. Menurut dia, hal itu sia-sia.

"Enggak ada harapan, enggak bakal digubris, capek-capek doang," ujar dia.

Sementara Edi, ia berharap pemilik mikrolet yang ia kemudikan bisa segera bergabung dengan program Jak Lingko Pemprov DKI. Dengan begitu, ia tak perlu pusing memikirkan penghasilan dan setoran.

"Kemungkinan besar bisa Jak Lingko, tapi entah kapan," kata Edi.

Sopir lainnya, Eko, pernah merasakan nasib serupa Edi dan Ahmad. Menurut dia, pendapatannya terpuruk sejak kehadiran ojek online.

Baca juga: Pemprov DKI Yakin Program Jak Lingko Bisa Perbaiki Kualitas Udara Jakarta

Namun, mikrolet yang ia kemudikan bergabung dengan Jak Lingko sejak Juli 2019. Pendapatannya per bulan kembali seperti sebelum maraknya ojek online.

Bedanya, dulu pendapatannya per hari harus mengejar target penumpang dikurangi uang setoran. Sementara setelah menjadi sopir Jak Lingko, ia mendapatkan gaji per bulan sebesar upah minimum provinsi (UMP), tanpa harus memikirkan setoran.

"Kalau dulu mikir setoran. Kalau Jak Lingko enggak mikir setoran, enggak mikir minyak (BBM), jadi lebih tenang," kata Eko.

Namun, konsekuensinya, Eko harus memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) yang ditetapkan sebagai sopir Jak Lingko. SPM itu antara lain tidak boleh merokok saat berkemudi hingga harus memakai seragam.

"Ketat banget Jak Lingko, harus berhenti di bus stop," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com