Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Relokasi Pedagang Pisang di Pisangan Lama akibat Proyek DDT Kereta Api

Kompas.com - 25/11/2019, 08:51 WIB
Dean Pahrevi,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Relokasi pedagang pisang di Jalan Raya Pisangan Lama, Pulogadung, Jakarta Timur, akibat proyek pembangunan Double-double Track (DDT) kereta api menuai keluhan dari para pedagang.

Para pedagang sebenarnya tidak menolak pembangunan DDT. Mereka juga bersedia pindah dari lokasi lapaknya saat ini.

Namun, mereka mengeluhkan waktu yang diberikan pemerintah untuk mengosongkan lapak.

Yus Rustadi, koordinator pedagang pisang setempat, mengatakan, para pedagang diberi waktu hingga akhir November 2019 untuk mengosongkan lapaknya.

Sosialisasi relokasi dilakukan sejak 18 November 2019.

"Di sini kami ada 80-an pedagang, ditambah anak buah bisa ratusan. Kami tidak masalah direlokasi untuk kepentingan proyek. Tapi, yang kami sayangkan waktu untuk relokasi dikasihnya sangat mepet hanya semingguan," kata Rustadi di lokasi, Minggu (24/11/2019).

Baca juga: Digusur karena Ada Proyek DDT, Pedagang Pisang di Pisangan Lama Keluhkan Waktu untuk Relokasi yang Mepet

Tolak relokasi ke Pasar Klender

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menyediakan tempat baru bagi pedagang untuk berjualan, yakni di lantai dua Pasar Klender.

Namun, hal itu lagi-lagi ditolak para pedagang. Sebab, pedagang khawatir berjualan di Pasar Klender sepi dari pengunjung dan pendapatan bisa turun drastis.

"Pemerintah kasih kita tempat di Pasar Klender, kami tidak mau tidak setuju, di sana sepi pengunjung, ada ratusan pedagang di sana tapi milihnya berjualan di jalanan," ujar Rustadi.

Para pedagang sebetulnya sudah meminta agar direlokasi ke sebuah lahan di delat Depo kereta api Cipinang. Namun, hal itu tidak diizinkan pemerintah.

"Kami mintanya di dekat Dipo kereta tuh karena tidak jauh dari sini. Kami pindahin barang dagangan juga mudah. Tapi tidak boleh, kami dibilangnya menyelesaikan masalah dengan masalah," ujar Rustadi.

Camat Pulogadung Bambang Pangestu menjelaskan, tanah yang menjadi lapak para pedagang saat ini ialah milik Kementerian Perhubungan.

Sejak 2015, proyek DDT dimulai sepanjang sembilan kilometer dari Stasiun Jatinegara hingga Stasiun Cakung.

Saat itu sosialisasi kepada para pedagang pisang agar pindah dari lapaknya sudah mulai dilakukan. Namun, pada akhirnya pedagang masih diperbolehkan untuk berjualan.

"Dengan syarat, nanti apabila tanah itu dibutuhkan untuk proyek mereka harus pindah," kata Bambang saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com