JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan acara Djakarta Warehouse Project (WDP) mendapat penolakan dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas).
Dalam dua hari terakhir, pada 11 dan 12 Desember 2019, pengunjuk rasa mendatangi Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Mereka meminta agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin penyelenggaraan acara tersebut.
Pada hari Rabu (11/12/2019) sejumlah orang yang mengatas namakan Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) berunjuk rasa.
Geprindo menilai, acara tersebut hanya berisikan agenda kemaksiatan dan hanya menjadi "ajang dugem".
"Kami hanya ingin jangan sampai cuma Alexis yang ditutup. Kemudian DWP ini sebagai langkah awal untuk memulai ajang kemaksiatan yang selanjutnya," ucap Koordinator Aksi Abdurrahman.
Baca juga: Tolak DWP Digelar di Jakarta, Massa Demo Bakar Ban di Depan Balai Kota
"Kami berharap komitmen Pak Anies untuk selalu mengawasi agar kemaksiatan tidak ada di Ibu Kota DKI Jakarta ini," imbuhnya.
Abdurahman mengatakan, salah satu desakan massa aksi untuk Anies membatalkan DWP 2019 karena dinilai bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pariwisata dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
"Pribumi adalah bangsa pemenang dan bangsa pendiri negara NKRI yang mengerucut dari paham bangsa ketimuran yang cinta dengan adab dan kebudayaan leluhur banga sendiri," kata dia.
Lalu pada Kamis (12/12/2019) ormas lainnya Gerakan Pemuda Islam (GPI) melakukan aksi dengan tuntutan yang sama.
Massa membawa spanduk bertuliskan "Gubernur pilihan umat pro maksiat, tolak konser maksiat DWP 2019".
Massa membakar ban hingga membuat jalan di depan Balai Kota ditutupi asap berwarna hitam.
Tak hanya itu, mereka juga menutupi jalan dengan membentangkan spanduk di tengah jalan.
Komandan Gerakan GPI Irwan AHN mengatakan bahwa Anies pro terhadap maksiat jika tak membatalkan DWP.
"Gubernur kebanggaan kita pro maksiat. Membiarkan 1.000 orang yang datang ke DWP untuk berbuat maksiat," ucap Irwan dari atas mobil komando.