Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koteka Dipersoalkan Hakim PN Jakpus, Bagaimana Aturan Pakaian Terdakwa dalam Sidang?

Kompas.com - 20/01/2020, 20:03 WIB
Singgih Wiryono,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa aktivis Papua yang mengenakan koteka di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa kali ditegur oleh Hakim karena dinilai tidak sopan.

Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir mengatakan, sejatinya hakim bisa memberikan kebijakan agar sidang digelar secara tertutup.

"Kalau sidang merasa terganggu dengan konteks itu (terdakwa mengenakan koteka), bisa digelar tertutup," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/1/2020).

Baca juga: Terdakwa Kenakan Koteka dalam Ruang Sidang, Pakar Sebut Tak Langgar Hukum

Mudzakir mengatakan, jika hal tersebut dirasa kurang, maka hakim juga berhak melanjutkan sidang tanpa dihadiri oleh terdakwa.

"In absensia, jadi terdakwa tidak dihadirkan, diberikan di ruang tersendiri," ucap Mudzakir.

Cara serupa juga pernah dilakukan saat sidang terpidana tindakan terorisme Abu Bakar Ba'asyir, yang menghadirkan saksi dari balik ruangan berbeda.

"Masa pengadilan Abu Bakar Baashir, saksi disembunyikan (di ruang tertentu) tapi memberikan kesaksian," ujar dia.

Mudzakir kemudian berharap agar penggunaan koteka di ruang sidang tidak dipermasalahkan. Meski dari sisi etika hal tersebut mungkin bisa jadi salah.

Baca juga: Sempat Ditegur Hakim, 2 Aktivis Papua Tetap Pakai Koteka di PN Jakpus

"Prinsipnya tidak dipersoalkan, karena itu pakaian adat, walaupun (dari sisi) etikanya kurang, tapi ya tetap harus dihargai itu adalah pakaian lokal," ujar Mudzakir.

Tak diatur KUHAP

Menilik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), aturan soal tata cara berpakaian untuk terdakwa tidak secara spesifik diatur.

Di dalam UU KUHAP, pengaturan pakaian hanya diperuntukan bagi hakim, jaksa, kuasa hukum, dan panitera.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 230 UU KUHAP dengan bunyi, "dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan pakaian sidang dan atribut masing-masing".

Sementara Pasal 231 KUHAP ini tercantum bahwa aturan lebih rinci soal pakaian hakim, jaksa, kuasa hukum, dan panitera diatur dalam peratuan pemerintan.

Selama ini, dalam berbagai persidangan, terdakwa bisa menggunakan pakaian apapun.

Mulai dari pakaian kemeja putih dan celana hitam, seperti yang sering ditemui dalam sidang kasus-kasus pidana umumnya, rompi oranye, hingga baju gamis ataupun batik. 

Adapun sebelumnya enam aktivis Papua kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020).

Agenda persidangan kali ini adalah tanggapan Jaksa Penuntut Umum, P Permana terkait eksepsi atau nota pembelaan yang kala itu dibacakan oleh kuasa hukum aktivis Papua ini.

Pantauan Kompas.com pada 14.25 WIB, tampak enam aktivis Papua menghadiri ruang sidang Kusumaadmaja 3.

Dua orang di antara enam orang aktivis ini tampak tetap mengenakan koteka meski sempat ditegur majelis hakim pada pekan lalu.

Adapun yang kala itu mengenakan pakaian koteka adalah Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com