Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan Pasien Covid-19 di Tengah Ketidakpastian dan Kebingungan

Kompas.com - 18/03/2020, 08:08 WIB

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penapisan merupakan benteng utama melawan serangan penyakit Covid-19. Berikutnya, perawatan segera sangat dibutuhkan untuk mencegah memburuknya kondisi penderita.

Ibarat perang, penapisan merupakan benteng utama melawan serangan Covid-19, penyakit yang disebabkan virus corona baru, SARS-CoV-2.

Berikutnya, perawatan segera sangat dibutuhkan agar pasien memiliki kekuatan guna melawan balik musuh tak kasat mata yang belum ditemukan obatnya ini.

Namun, tepat pada dua titik itulah kelemahan utama kita menghadapi corona baru ini, membuat kita kini dihantui cemas, akan kah bisa melewati pandemi ini? Kondisi ini mengakibatkan pasien corona yang membutuhkan penanganan segera kian merana.

Baca juga: Satu Malam Berkerumun di Ruang Isolasi RSUD Pasar Minggu...

Kekacauan penapisan dan penanganan ini dialami oleh salah satu pasien positif Covid-19 asal Jakarta, yang kini dalam kondisi kritis dan masih dirawat secara intensif di ruang isolasi.

Tujuh hari sepulang dari Singapura, lelaki berusia sekitar 50 tahun itu mulai sakit demam dan batuk. Dia berobat ke rumah sakit dan dirontgen, tetapi dokter beranggapan itu sakit flu biasa.

Penyakitnya ternyata tak juga membaik. Dia mulai khawatir, apalagi selama dua hari di Singapura akhir Februari itu, dia naik kereta dan bersesakan dengan penumpang lain.

Hingga akhirnya pada minggu pertama Maret 2020 dia datang ke rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 di Jakarta.

Darahnya kemudian diperiksa di laboratorium. Berbekal rontgen dari rumah sakit dan hasil tes darah, dokter yang menemuinya mengatakan, ”Negatif dan tidak ada indikasi terjangkit corona.”

Padmi (50-an tahun), bukan nama sebenarnya yang menemani temannya selama pemeriksaan itu memastikan kembali, ”Apakah boleh pulang, Dok?”

Dokter menjawab tenang, ”Boleh.” Setelah membayar Rp 190.000 untuk konsultasi dan pemeriksaan laboratorium, keduanya meninggalkan rumah sakit dengan perasaan lega.

Baca juga: Cegah Virus Corona, Asosiasi Ojol Minta Penumpang Bawa Helm Sendiri

Namun, demam dan batuk yang diderita lelaki itu makin parah. Padmi kemudian mengantar temannya itu ke rumah sakit swasta, dengan bekal keterangan hasil pemeriksaan dari rumah sakit rujukan. Di sana pasien dirawat di ruang biasa, tetapi kondisinya tak juga membaik.

Setelah dua hari perawatan, kondisinya kritis. Pihak rumah sakit menghubungi Posko Tanggap Covid-19 DKI Jakarta sehingga kemudian diambil swab. Sampel pasien itu dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan saat itu juga.

”Baru pada saat itulah kami tahu bahwa tes corona ternyata harus memakai swab. Jadi, selama ini pemeriksaan rontgen dan diambil darah hanya untuk mengetahui gejala. Kenapa tidak dari awal diambil swab?” keluh Padmi.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Waspada Penularan Virus Corona Covid-19
Tiga hari kemudian, Padmi mewakili pasien menanyakan hasil pemeriksaan ke rumah sakit, dinas kesehatan, hingga Litbangkes. Namun, hingga 11 Maret itu rupanya sampel pasien belum diobservasi.

Alasannya, pasien tidak masuk daftar terduga corona yang harus segera diperiksa, tetapi hanya dikategorikan sebagai orang dengan riwayat kontak. ”Padahal, jelas-jelas teman saya dalam kondisi kritis,” ujarnya.

Baru setelah dijelaskan kondisi pasiennya, sampel kemudian diperiksa hari itu juga dan sore harinya keluar hasilnya.

Lelaki itu kemudian dinyatakan positif Covid-19 dari sekitar 100 pasien positif corona di Indonesia saat itu. ”Sampai saat ini, dia masih diisolasi dan kondisinya kritis,” kata Padmi.

Informasi ini tidak hanya menjadi pukulan terhadap pasien, tetapi juga bagi Padmi. Perempuan yang mondar-mandir mendampingi pasien itu telah mengalami demam dan batuk-batuk, dan dia khawatir telah terinfeksi.

Saat itu juga dia menelepon Posko KLB Jakarta untuk diperiksa corona dan kemudian disarankan ke puskesmas terdekat.

Tidak siap menangani

Di sinilah babak baru dalam hidup Padmi dimulai. ”Saya ke puskesmas terdekat dengan kantor saya di Jakarta Pusat. Namun, apa yang terjadi, saya diperlakukan seperti orang lepra, ditempatkan di ruang belakang puskesmas, di atas got yang terbuka dan nyamuk menggigiti badan saya,” kisahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Jambret Beraksi di Depan JIS, Salah Satu Pelaku Diduga Wanita

Jambret Beraksi di Depan JIS, Salah Satu Pelaku Diduga Wanita

Megapolitan
Kondisi Terkini TKP Brigadir RAT Bunuh Diri: Sepi dan Dijaga Polisi

Kondisi Terkini TKP Brigadir RAT Bunuh Diri: Sepi dan Dijaga Polisi

Megapolitan
Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com