JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 144 jemaah masih terpantau sehat selama menjalani masa isolasi di Masjid Jami Kebon Jeruk, Tamansari, Jakarta Barat.
Wali Kota Jakarta Barat Rustam Effendi mengatakan, setiap harinya petugas Puskesmas Tamansari melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh jemaah.
Namun, ada lima jemaah yang mengeluhkan pegal-pegal saat diperiksa.
"Ada lima jemaah yang memeriksaan kesehatan, tiga sakit ringan dengan keluhan pegal-pegal dan kesemutan serta dua orang diperiksa gula darah karena mempunyai riwayat diabetes. Semua sudah ditangani," kata Rustam dalam pesan singkatnya, Rabu (1/4/2020).
Baca juga: 5 Fakta Isolasi Ratusan Jemaah Masjid Kebon Jeruk, 3 Positif hingga Ada 78 WNA
Rustam juga memastikan kebutuhan makanan selama masa karantina terpenuhi.
Suplai makanan bukan hanya dari Sudin Sosial Jakarta Barat. Instansi lain juga diperbolehkan memberikan makanan pada jemaah.
"Sarapan pagi tersalurkan dari Baznas DKI dan makan siang dari Sudin Sosial sebanyak 200 boks dan ada beberapa donatur yang menyalurkan sumbangan makanan minuman serta buah kurma," kata Rustam.
Pihak Kecamatan Tamansari maupun Kelurahan Maphar juga aktif berkomunikasi dengan pengurus masjid.
Para jemaah diminta menerapkan physical distancing atau jaga jarak selama proses karantina.
Pihak kecamatan secara rutin menyemprotkan disinfektan di area masjid.
Baca juga: Gelar Resepsi Pernikahan di Tengah Pandemi Covid-19, Kapolsek Kembangan Dicopot
Isolasi bermula saat tiga jemaah dipastikan positif Covid-19. Seluruh jemaah kemudian diisolasi selama 14 hari mulai Kamis (26/3/2020).
Data pemerintah setempat, total ada 183 jemaah saat itu. Sebanyak 78 orang diantaranya merupakan warga negara asing dari berbagai negara.
Pada Jumat (27/3/2020) malam, sebanyak 39 jemaah dipindahkan secara bertahap dengan menggunakan bus ke Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Utara.
Mereka menjalani masa isolasi di RS Darurat Covid-19 tersebut. Sementara 144 jemaah lainnya memilih tetap berada di kompleks masjid.
Rustam mengatakan, biasanya masjid tersebut kerap didatangi jemaah dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri untuk berziarah.
Baca juga: Kisah Pramugara Berjuang di Tengah Pandemi Covid-19...
Rustam mengatakan, kegiatan ziarah di masjid tersebut sudah berlangsung cukup lama.
Namun, Rustam mengaku tidak mengetahui angka pasti jumlah jemaah yang datang setiap harinya.
Dua makam Tionghoa
Berdasarkan sejarah masjid yang sebelumnya diulas Kompas.com, tempat ibadah jemaah Muslim tersebut didirikan oleh orang-orang dari keturunan China pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1786.
Ini adalah masjid pertama yang dibangun oleh para peranakan Tionghoa yang tinggal di daerah Glodok.
"Masjid ini dulu didiriin pada 1786 sama peranakan Cina yang tinggal di Glodok," kata salah satu pengurus masjid Jammi, Nur Iman (70) saat ditemui Kompas.com, Senin (7/9/2009).
Pada masjid tersebut, terdapat dua makam Tionghoa yang dikabarkan semasa hidupnya masih memiliki ikatan tali kerabat dengan para pendiri masjid.
Makam itu saat ini dipagari oleh tembok, sedangkan untuk akses masuk tersedia sebuah pintu besi.
Pada batu nisan makam terdapat tulisan China, yang menyebutkan nama orang yang dikubur yaitu, Fatimah Hwu.
Selain itu di batu nisan tersebut juga terdapat tulisan Arab dengan angka 1792 yang dimungkinkan merupakan tahun meninggalnya.
Sementara nama penghuni makam lainnya tidak dapat diketahui karena batu nisan yang tak memiliki nama.
"Kira-kira tiga tahun kemarin ada warga keturunan (China) yang datang menziarahi kuburan itu. Katanya sih masih ada tali keluarga sama yang di kubur (di dalam kubur). Tapi sampai sekarang mereka nggak pernah datang-datang lagi," kata Nur Iman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.