DEPOK, KOMPAS.com - Rumah Sakit Bhayangkara/Brimob Polri di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat menerima dua unit alat tes PCR (polymerase chain reaction) untuk pemeriksaan Covid-19.
Dengan demikian RS Brimob Kelapa Dua kini bersanding dengan RS Universitas Indonesia (RSUI) yang sebelumnya menjadi laboratorium rumah sakit milik pemerintah di Kota Depok yang melakukan pemeriksaan Covid-19 berbasis PCR.
PCR sendiri merupakan metode pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus. Saat ini, PCR digunakan untuk mendiagnosis penyakit infeksi pernapasan Covid-19 dengan mendeteksi material genetik virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2).
Baca juga: Tangani Covid-19, Penambahan Kapasitas RS Brimob Kelapa Dua Ditargetkan Selesai Pekan Depan
Wakil Direktur RS Brimob, Kompol Arinando menyatakan, dua unit alat PCR yang baru diterima lebih canggih ketimbang alat PCR pada umumnya, jika ditilik dari kapasitas ujinya.
"Kami sebut nama alatnya TCM, tes cepat molekuler," ujar Arinando ketika dihubungi Kompas.com pada Senin (11/5/2020).
"PCR ada yang manual, butuh 5 sampai 6 jam untuk hasilnya keluar. Kalau TCM ini hanya butuh 45 menit," kata dia.
Ia menjelaskan, dua unit alat PCR baru yang diterima pada Rabu lalu merupakan hibah dari pimpinan Korps Brimob Polri.
Kini, alat PCR tersebut sudah dapat digunakan tetapi sebatas untuk pemeriksaan pasien yang ada di RS Brimob.
Ia mengemukakan, agar RS Brimob bisa menjadi rujukan resmi pemeriksaan laboratorium untuk kasus Covid-19, pihaknya butuh izin dari pemangku kepentingan terkait di level Kota Depok maupun Provinsi Jawa Barat.
"Untuk kepentingan internal sudah bisa kami gunakan, tapi kalau untuk kaitannya dengan publikasi dan lain sebagainya, perlu aspek legalitas," ujar dia.
Rencananya, RS Brimob juga akan menambah satu lagi alat PCR manual dalam waktu dekat.
Depok memang perlu memperbanyak laboratorium pemeriksaan Covid-19 berbasis PCR. Pasalnya, ada tuntutan bahwa setiap wilayah semestinya menggelar pemeriksaan Covid-19 secara massal berbasis PCR, bukan rapid test yang akurasinya diragukan.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Depok, Alif Noeriyanto menjelaskan bahwa tes massal penting dilakukan guna memperoleh data riil kasus Covid-19 di lapangan.
Berbekal data riil soal tingginya kasus Covid-19 yang selama ini tak terdeteksi, pemerintah bisa menempuh kebijakan yang lebih efektif untuk menangani pandemi, sehingga pemerintah maupun publik tak perlu alergi jika kasus melonjak akibat tes massal.
Menurut Alief, khusus Kota Depok, di atas kertas, bisa saja terdapat 100.000 orang positif Covid-19 dari total 2,4 jutaan penduduk Depok saat ini.
Itu hanya perhitungan kasar, merujuk pada angka infection rate Covid-19 di seluruh dunia sekitar 4 persen dari total populasi.
"Ini hitungan secara umum. Artinya kalau mau frontal, ayo," desak Alif.
"Idealnya, kalau mau uji swab serentak, 10 persen dari total penduduk Depok, artinya 240.000 orang dites massal. Kita dapat angka di situ, kemudian kita lacak klasternya untuk diisolasi sehingga akan aman," tambah dia.
Data terbaru hingga hari Minggu kemarin, di Kota Depok ada 355 warga yang positif Covid-19. Sebanyak 57 di antaranya sembuh, 21 lainnya meninggal dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.