JAKARTA, KOMPAS.com - Lima dari enam tahanan politik (tapol) Papua yang seharusnya mendapatkan asimilasi hukuman tidak jadi dibebaskan pada Selasa (12/5/2020).
Tim Advokasi Papua Michael Hilman menjelaskan bahwa pembatalan pemberian asimilasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) karena kasus yang menjerat para tapol merupakan terhadap negara.
Pemberian asimilasi dianggap akan bertentangan dengan PP 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Michael pun menilai hal ini sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Baca juga: Kibarkan Bendera Bintang Kejora di Depan Istana, 6 Aktivis Papua Divonis 8 dan 9 Bulan Penjara
"Kami menduga adanya tekanan politik atau terjadi dugaan abuse of power oleh pemegang kekuasaan," ujar Michael dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com Selasa (12/5/2020).
Menurut dia, tapol Papua yang seharusnya dijadwalkan bebas pada hari ini ialah Surya Anta Ginting, Dano Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere.
Hal tersebut karena mereka sudah menjalani 2/3 masa tahanan sesuai Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH-19.PK/01.04.04.
Selain itu, para tapol juga sudah memenuhi syarat yang diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait pembebasan narapidana dengan persyaratan tertentu untuk mengantisipasi penularan Covid-19.
Baca juga: Dua Orang yang Keroyok Remaja hingga Tewas di Pondok Aren Ditangkap
"Namun ternyata pembebasan itu batal. Padahal para tahanan politik Papua sudah menjalankan seluruh prosedur administrasi untuk bebas hari ini," ungkapnya.
Dengan pembatalan pembebasan itu, Michael mengatakan bahwa tim kuasa hukum akan meminta Ombudsman dan Komnas Ham mendesak Kemenkumham agar membebaskan para tapol papua dengan alasan kemanusiaan dan keselamatan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.