Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak-anak Korban Pencabulan di Gereja di Depok Diduga Dikondisikan agar Tak Merasa Dicabuli

Kompas.com - 09/07/2020, 14:13 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Anak-anak korban pencabulan oleh tersangka SPM, seorang pengurus Gereja Paroki Santo Herkulanus di Depok, Jawa Barat, diduga sudah dikondisikan agar tak merasa dicabuli.

Keterangan itu dikemukakan pendamping hukum para korban, Azas Tigor Nainggolan, setelah beberapa kali sesi pendampingan terhadap para korban.

"Ada pengondisian. Anak-anak itu bahkan tidak merasa bahwa mereka korban. Begitu kami dampingi, ajak ngobrol, baru mereka terbuka," ujar Tigor kepada Kompas.com pada Kamis (9/7/2020).

"Mereka tanpa sadar sebetulnya dikondisikan jadi korban," kata dia.

Baca juga: Kuasa Hukum: Korban Pencabulan oleh Pejabat Gereja di Depok Bertambah Jadi 21 Anak

Anak-anak korban pencabulan itu merupakan anak-anak yang aktif dalam kegiatan misdinar di gereja tersebut. SPM berperan sebagai pembina kegiatan itu sejak awal tahun 2000-an.

Dalam melancarkan aksinya, kata Tigor, SPM memastikan agar anak-anak yang dijadikan target selalu ada dekat dia.

"Misalnya setelah kegiatan, si anak ini diajak rapat. Kemudian terjadi," ungkap Tigor.

Tigor menduga, SPM melakukan serentetan pengondisian secara halus terhadap psikis anak-anak yang hendak dicabuli.

Sebelum tiba ke pencabulan, SPM kerap berbuat sesuatu yang tampaknya tidak berbahaya pada  mereka, seperti memeluk-meluk anak tersebut.

"Lalu sampe akhirnya ke arah kekerasan seksual yang lebih berat. Itu kan ada pengondisian, korbannya dibuat tidak sadar. Makanya, korban yang disasar adalah yang di bawah umur," ujar Tigor.

Salah satu korban pencabulan yang kini berusia 12 tahun bahkan sempat protes ketika dirinya tahu SPM dilaporkan korban lainnya ke polisi dan kini ditahan.

"Kenapa dia dilaporkan? Dia kan orang baik!" kata bocah tersebut sebagaimana ditirukan Tigor.

Hingga saat ini, Tigor bersama tim investigasi internal Gereja Paroki Santo Herkulanus Depok sudah mencatat 21 anak yang pernah menjadi korban pencabulan oleh SPM sejak awal tahun 2000-an.

Baca juga: Empat Komitmen Gereja di Depok atas Pengurusnya yang Cabuli Anak-anak

Investigasi masih terus dilakukan. Pintu untuk pengaduan bagi pihak keluarga yang anaknya pernah menjadi korban pencabulan SPM masih dibuka.

SPM ditangkap polisi pada 14 Juni lalu. Ia diduga telah mencabuli lebih dari satu anak yang ia bina dalam kegiatan gereja sejak awal tahun 2000-an.

Kasus itu baru tercium sekitar Maret 2020 lalu, ketika para pengurus lain gereja tersebut mulai mencium gelagat tak beres pada SPM terhadap anak-anak itu.

Untuk mengusut dugaan itu, gereja membentuk tim investigasi internal, mengundang orangtua anak-anak itu, meminta mereka menanyakan kepada putra-putri mereka jika pernah menjadi sasaran pencabulan SPM.

Setelah terkumpul bukti-bukti yang cukup kuat, didapat informasi bahwa SPM kerapkali melancarkan aksinya kepada anak-anak itu dengan ancaman dan paksaan. Keluarga korban dan pihak gereja lalu melaporkan SPM ke polisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com