Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/07/2020, 14:04 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sili (42) berulang kali mengeluh bingung menghadapi situasi pandemi Covid-19. Ayah dari tiga orang anak ini kewalahan untuk menyediakan fasilitas belajar anaknya.

Anaknya menangis meminta ponsel untuk mendukung belajar jarak jauh. Anak sulungnya, Putri Ananda (12), juga sering kali berebut ponsel dengan adiknya Febi Napisah (7) untuk belajar.

Putri merupakan siswa kelas VII di SMP 118 Jakarta, sedangkan Febi adalah siswa kelas 2 SDN 05 Rawamangun.

"Habis bingung nih. Anak saya enggak punya handphone. Handphone saya yang dipakai. Bingung kan karena sekolah haru pakai HP buat kirim tugas ke sekolah," ujar Sili saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/7/2020) pagi.

Baca juga: Baru Beli Handphone untuk Belajar Online, Siswa SMA Ini Dijambret

Sili berbincang dengan Kompas.com di tengah waktunya bekerja mengumpulkan sampah. Ia bertugas mengumpulkan sampah di sebuah wilayah di Kelurahan Rawamangun, Pulogadung, Jakarta.

Dia bekerja sebagai tukang sampah non-PPSU di RT 14 RW 02, Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulo Gadung.

Saat itu, Sili kebetulan sedang mengambil sampah di rumah Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (Wasekjen FSGI) Satriwan Salim. Sili menggunakan ponsel milik Satriwan untuk berbincang dengan Kompas.com.

Hari ini, Sili tak membawa ponsel. Ponselnya digunakan anaknya belajar di rumah.

Padahal, dalam pekerjaannya ia juga membutuhkan ponsel untuk berkoordinasi terkait pengangkutan sampah.

Bila ponsel sedang digunakan anaknya, Sili terpaksa tak bisa berkoordinasi terkait pekerjaannya.

Baca juga: Jika Kuota Internet Habis, Saya Numpang Wifi Teman, Ibu Tak Punya Uang

"Kita sedih juga, biarlah saya ngalah serahin handphone ke anak. Jadi kita enggak pegang handphone. Kadang teman hubungin nanya masalah truk sampah buat angkat sampah kita," ujar laki-laki dengan nama lahir Mansur.

Ponsel yang digunakan juga merupakan sebuah keberuntungan. Ia menemukan ponsel di tempat sampah dan direparasi agar bisa digunakan.

"Itu HP nemu di tempat sampah. Saya dandanin. Kalau di sampah itu, kadang ada apa saja (ditemukan)," ujarnya.

Sili sudah bekerja sebagai tukang sampah sejak ia masih lajang, lebih dari 20 tahun lalu.

Penghasilannya dari bekerja sebagai tukang sampah sekitar Rp 900.000 per bulan.

Baca juga: Pemkot Bekasi Akui Miliki Keterbatasan Sediakan Wifi Penunjang Belajar Daring

Uang tersebut harus ia gunakan untuk membayar uang kontrakan rumah sebesar Rp 1,2 juta per bulan, makan selama sebulan, utang, dan tentu biaya kuota internet untuk anaknya belajar.

"Tiap hari duit dari mana kalau enggak ngutang. Kalau ambil sampah enggak tentu dapet duit. Kadang-kadang kosong sampahnya. Kalau sampah, warga kadang ada yang kasih uang, kadang enggak," kata Sili.

Ia pun berharap kedua anaknya bisa memiliki ponsel untuk belajar. Selain itu, ia juga berharap juga bisa menyediakan paket data di ponsel.

"Ini jujur saja. Ini keadaan saya tak saya tutup-tutupi," ungkap Sili.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com