Surjana tahu betul perubahan yang terjadi di Jakarta dan Depok. Suatu waktu, ia pernah berjualan bendera Merah Putih di Kalibata dan pulang ke Depok dengan berjalan kaki.
“Dulu masih ada kereta ke Depok yang bisa gratis, kalau sekarang kan harus bayar,” katanya.
Lantaran tak sekolah, Surjana hanya bisa mengandalkan kemampuan otot dan berdagang.
Namun, ia tak patah semangat dan terus bekerja keras untuk menempuh hidup dan menghidupi keluarganya.
Di kampungnya, Surjana menggarap lahan sawah.
Ia pun serba bisa. Urusan membuat teralis jendela, las karbit atau las listrik, sampai mengebor pompa air tanah.
“Kalau lagi sepi itu, nyari ban bekas, asah pisau,” ujarnya.
Baca juga: Harga Bendera Merah Putih di Pinggir Jalan, Paling Murah Rp 15.000
Pedagang musiman pun ia lakoni. Selain berjualan bendera, ia pun merambah usaha jualan buah.
“Kalau lagi musim buah, ya dagang buah. Yang penting dagang. Kalau dagang itu bisa memahami semua,” ujar Surjana, bapak dari empat anak.
Di Lenteng Agung, Surjana sudah berjualan lima tahun. Hanya tahun lalu ia tak berjualan lantaran harus menikahkan anaknya.
Surjana memilih untuk mangkal dengan gerobaknya.
Ia membawa bendera Merah Putih aneka jenis hingga batang bambu yang dicat warna merah dan putih untuk dijual sebagai tiang bendera.
“Kalau mangkal sudah ada langganan. Jualan harga sama aja dari mulut ke mulut. Biar cepet laku,” katanya.
Dari Lenteng Agung, setiap hari ia pulang ke tempat tinggal sementara di daerah Beji, Depok.