Karena hasilnya hingga kini belum keluar, pihak rumah sakit tetap memutuskan A harus dimakamkan dengan pemulasaraan Covid-19. Hal tersebut sesuai dengan standar operasional yang ada.
Namun, warga tetap bersikeras kalau A meninggal bukan karena Covid-19, melainkan disebabkan oleh penyakit jantung dan diabetes yang sempat dideritanya. Sehingga dari situlah timbul keributan.
Sesaat setelah keributan itu terjadi, para petugas kepolisian mendatangi lokasi tersebut melakukan mediasi.
Petugas yang sempat meninggalkan lokasi TPU karena diusir pun akhirnya kembali lagi.
Warga diberi pemahaman tentang pemakaman pemulasaraan Covid-19 terhadap pasien probable.
Jenazah A pun akhirnya tetap dimakamkan di TPU Kaliulu dengan proses pemulasaraan Covid-19.
“Sudah selesai kasusnya, sudah damai juga,” kata Sumarti.
Masih kata Sumarti, kasus protes jenazah probable dimakamkan dengan protokol Covid-19 itu harus dievaluasi Pemkab Bekasi.
Sumarti meminta Pemkab edukasi masyarakat tentang standar operasional pasien suspect, probable, dan konfirmasi positif Covid-19.
“Kemudian RSUD juga minta SOP-nya kalau review-nya harus ada pengawalan. Sebenarnya SOP-nya harus ada pengawalan Polres, kemudian harus ada koordinasi dengan semua pihak,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.