JAKARTA, KOMPAS.com – Bicara kemerdekaan Indonesia tentu tidak terlepas dari peran pemuda. Mereka memegang peranan penting pada masa perjuangan melawan penjajah, baik secara fisik di medan peperangan maupun diplomatik.
Jauh sebelum dibacakannya naskah Proklamasi pada 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno, para pemuda sudah berjuang dan mengikrarkan janji untuk bersatu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan para pemuda kala itu pun banyak dicatat dalam buku-buku sejarah bahkan dikenang dengan didirikannya Museum Sumpah Pemuda.
Museum yang berlokasi di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat itu tidak hanya menjadi lokasi penyimpanan benda-benda peninggalan para pemuda.
Tetapi juga memiliki sejarah panjang karena menjadi saksi bisu perjuangan para pemuda pada masa prakemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Kisah Perjuangan dari Bekasi, Tanah Patriot dan Para Jawara yang Sulit Ditaklukkan Belanda
Dahulu, sebelum menjadi Museum Sumpah Pemuda, bangunan tersebut dikenal dengan sebutan ‘Gedung Kramat’. Sejarah mencatat bahwa gedung itu merupakan rumah tinggal Sie Kong Liang yang didirikan sejak awal abad ke-20.
Pada 1908 silam, Gedung Kramat disewakan menjadi tempat tinggal atau indekos bagi para intelektual muda di balik peristiwa Soempah Pemoeda. Kala itu, kebanyakan dari mereka sedang mengenyam pendidikan di Shool tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) dan Rechtsschool (RS).
Salah satu tokoh yang tinggal di indekos itu adalah Mohammad Yamin, ketua kelompok pemuda Jong Sumatranen Bong yang juga dikenal sebagai pencetus Sumpah Pemuda yang dibacakan dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928.
Selain Yamin, terdapat mahasiswa lain yang juga tinggal di Gedung Kramat yang sempat dinamai Commensalen Huis, antara lain Amir Sjarifoedin dan Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), dan sekitar 14 mahasiswa lainnya.
Baca juga: Napak Tilas Sejarah Taman Proklamasi, Area Pembacaan Teks Proklamasi hingga Perjuangan Tokoh Wanita
Memasuki tahun 1927, Gedung Kramat semakin ramai dikunjungi para pemuda dari berbagai daerah dan dipakai mempersiapkan pergerakan dan perjuangan. Tak terkecuali Bung Karno dan tokoh-tokoh dari Algemeene Studie Club asal Bandung.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan