Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari STOVIA untuk Indonesia Merdeka, Kisah Generasi Pertama Dokter Pribumi

Kompas.com - 18/08/2020, 12:09 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekilas tak ada yang spesial dari bangunan tua bersejarah yang dibangun di Jalan Dr Abdul Rahman Saleh No 26 RT 4 RW 5 Kecamatan Senen Jakarta Pusat itu.

Arsitektur tua khas bangunan-bangunan di masa pemerintahan kolonial Belanda masih terpelihara rapih, yang kini dinamakan Museum Kebangkitan Nasional.

Arsitektur tua itu bukan dibuat-buat. Usia gedung ini justru lebih tua dari Republik Indonesia berdiri. Arsip Kompas mencatat bangunan tua bersejarah ini dibangun di awal tahun 1899 dan selesai pembangunan setelah memakan waktu tiga tahun.

"Pembangunan gedung tersebut dimaksudkan sebagai gedung sekolah untuk mendidik dokter-dokter pribumi," tulis Harian Kompas edisi 31 Januari 1981.

Baca juga: Gelora dari Rengasdengklok, Amarah Bung Karno dan Desakan untuk Merdeka

Sekolah itu dinamakan STOVIA, yang merupakan singkatan dari School Tot Opleiding Van Inlands Artsen atau sekolah kedokteran untuk masyarakat pribumi kala itu.

Dalam "Buku Panduan Museum Kebangkitan Nasional" yang diterbitkan tahun 2010, pembangunan gedung sekolah kedokteran untuk masyarakat pribumi bukan tanpa alasan.

Latar belakang dibangunnya sekolah itu diperuntukan karena wabah penyakit menular seperti tipes, kolera, disentri dan berbagai macam penyakit lainnya sedang merebak di daerah Banyumas dan Purwokerto tahun 1847.

"Wabah penyakit tersebut tidak dapat dibrantas oleh tenaga medis pemerintahan Hindia Belanda yang jumlahnya terbatas," tulis buku tersebut.

Baca juga: Kisah Perjuangan dari Bekasi, Tanah Patriot dan Para Jawara yang Sulit Ditaklukkan Belanda

Saat itu STOVIA masih belum memiliki gedung sendiri dan menumpang di Rumah Sakit Militer Weltevreden pemerintahan Batavia. Beranjak enam tahun, 11 lulusan pertama STOVIA berhasil membantu pemerintahan Belanda untuk mengentaskan penyakit cacar yang sedang merebak.

Seiring berjalannya waktu, STOVIA tak lagi diisi murid yang hanya berasal dari Pulau Jawa. Beberapa dari mereka terdapat orang Minangkabau yang saat ini Sumatera Barat dan orang-orang Minahasa dari Sulawesi.

Barulah pada tahun 1899 dibangun gedung baru dengan bantuan tiga pengusaha Belanda yaitu P.W Janssen, J. Nienhuys dan H.C van den Honert dan pembangunan berhasil selesai pada 1902.

Pengunjung di depan pintu masuk Museum Kebangkitan Nasional, Rabu (20/5/2015)Kahfi Dirga Cahya/KOMPAS.com Pengunjung di depan pintu masuk Museum Kebangkitan Nasional, Rabu (20/5/2015)

Tempat Lahirnya Boedi Oetomo

Di bangunan tua inilah juga tempat berseminya gerakan nasionalisme bernama Boedi Oetama (selanjutnya Budi Utomo) didirikan pada 20 Mei 1908 yang kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Budi Utomo sendiri diracik oleh para pelajar dari sekolah STOVIA. Perintisnya adalah Dr. Wahidin Soedirohoesodo, seorang pelajar STOVIA yang berasa dari Sleman Yogyakarta.

Dia merasa prihatin dengan masyarakat yang tidak mampu melanjutkan pendidikan akibat kesulitan ekonomi sehingga membuat wadah dana pendidikan yang dihimpun dari para bangsawan.

Baca juga: Si Pitung dan Jurus Menghilang yang Buat Kompeni Pusing Tujuh Keliling

Idenya tersebut memantik kesadaran nasionalisme pelajar STOVIA dan mulai bermunculan forum diskusi untuk merealisasikan ide luhur Wahidin memajukan bangsa pribumi dengan pendidikan.

Pada 20 Mei 1908 di Ruang Kelas Anatomi STOVIA diadakan pertemuan antar pelajar yang memutuskan untuk mendirikan organisasi Boedi Oetomo dengan dipimpin Raden Soetomo.

Adapun Budi Utomo sendiri menjadi organisasi modern pertama yang dibuat masyarakat pribumi kala itu dengan ditandai adanya struktur kepengurusan.

Selain Raden Soetomo menjadi ketua, ada M Soeleman yang dipilih menjadi Wakil Ketua, Seowarno sebagai Sekertaris I, M Goenawan Komisaris II, Bendaraha; R. Angka, Komisaris; M Soewarno, Muhamad Saleh, M. Soerajdi dan M Goembrek.

Sempat Ditentang Pengajar di STOVIA

Lahirnya Budi Utomo tak serta-merta mendapat persetujuan dari semua kalangan, termasuk kalangan Dosen dan Pengajar di STOVIA yang kala itu khawatir organisasi ini mengancam pemerintahan Kolonial Belanda.

Pada pengajar melakukan sidang tetang pendirian Budi Utomo dan meminta agar mereka yang tergabung di dalam Budi Utomo dikeluarkan dari STOVIA.

Tapi justru keputusan mengejutkan keluar dari Direktr STOVIA kala itu dipegang Dr. H.F Roll yang membela Raden Soetmo dan pengurus Budi Utomo lainnya untuk tetap bisa berorganisasi.

Baca juga: Detik-detik Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Lautan Manusia yang Bergelora...

Pada saat sidang berlangsung H.F Roll mengatakan kepada peserta sidang bahwa gerakan Budi Utomo adalah hal yang wajar untuk pelajar di STOVIA yang berjiwa muda.

"Apakah di antara tuan-tuan saat muda tidak ada yang semerah Soetomo," kata dia seperti ditulis Museum Kebangkitan Nasional.

Budi Utomo kemudian menjelma menjadi organisasi sosial budaya pertama yang berperan besar memajukan dunia pendidikan untuk kalangan pribumi dan mempersatukan pelajar-pelajar seantero Nusantara.

Beberapa kali berganti fungsi

Arsip Kompas menceritakan Gedung Museum Kebangkitan Nasional selain dulunya menjadi sekolah kedokteran, juga pernah beberapa kali beralih fungsi.

Gedung tersebut sudah mulai tidak aktif menjadi sekolah kedokteran pada 1925 dan dijadikan asrama untuk para pelajar kedokteran yang ruang kelasnya dipindah ke Salemba Raya yang kini merupakan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Setelah Jepang menduduki Indonesia di tahun 1942, gedung tersebut digunakan untuk tahanan tawanan perang Jepang terhadap orang-orang Belanda.

Begitu juga setelah kemerdekaan 1945, gedung tersebut tidak langsung berubah menjadi Museum Kebangkitan Nasional.

"Antara tahun 1945-1973 gedung eks STOVIA itu ditempati oleh masyarakat Ambon," tulis arsip Kompas edisi 31 Januari 1981.

Barulah pada 20 Mei 1974, Presiden Republik Indonesia yang kala itu dipimpin oleh Soeharto meresmikan gedung eks STOVIA sebagai Gedung Museum Kebangkitan Nasional dan ditetapkan sebagai cagar budaya.

Gedung tersebut tidak hanya memuat Museum Kebangkitan Nasional.

Ada empat museum sekaligus dalam satu komplek gedung eks STOVIA itu, di antaranya Museum Kebangkitan Nasional, Museum Kesehatan Nasional, Museum Pers Nasional dan Museum Sejarah Pergerakan Wanita Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com