JAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Indonesia kini menyebut dokumen berjudul “Pakta Integritas” yang beredar di kalangan mahasiswa baru Universitas Indonesia adalah dokumen tak resmi.
Padahal, dokumen Pakta Integritas itu sebelumnya disebut menjadi syarat wajib yang mesti diisi oleh mahasiswa baru.
“Dokumen berjudul “Pakta Integritas” yang telah beredar di kalangan mahasiswa baru UI bukan merupakan dokumen resmi yang telah menjadi keputusan Pimpinan UI,” kata Kepala Biro Humas dan Komunikasi Informasi Publik Universitas Indonesia (KIP UI) Amelita Lusia dalam keterangan resmi, Minggu (13/9/2020) malam.
Dokumen tersebut disebut tak resmi karena beredarnya beberapa versi dari dokumen dengan judul yang sama di kalangan masyarakat dan ada ketidaksesuaian format dokumen tersebut dengan format standar dokumen resmi UI.
Baca juga: Polemik Internal di Balik Sikap Plin-plan UI soal Pakta Integritas Mahasiswa Baru
Pihak UI menyayangkan oknum yang tak bertanggung jawab dalam penyebaran dokumen yang tak resmi tersebut.
“Pimpinan UI sangat menyayangkan penyebaran dokumen yang menyangkut kepentingan mahasiswa tersebut, yang telah menimbulkan berbagai reaksi di kalangan Sivitas Akademika UI maupun masyarakat,” tambah Amelita.
Menurutnya, setiap dokumen Universitas Indonesia (UI) harus dikeluarkan melalui mekanisme dan/atau Sistem Informasi yang resmi guna menjamin keotentikannya.
“Kami memohon maaf atas kerisauan dan ketidaknyamanan yang timbul, baik di kalangan Sivitas Akademika UI maupun masyarakat,” ujar Amelita.
Sebelumnya, calon mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) diharuskan menandatangani lembar pakta integritas di atas meterai mulai tahun ini.
Amelita membenarkan bahwa berkas itu menjadi salah satu syarat wajib yang mesti dipenuhi oleh calon mahasiswa baru. Persyaratan ini baru dimulai pada tahun ajaran kali ini.
"Ya (syarat wajib mulai tahun ajaran ini), itu diberikan kepada mahasiswa baru UI," ujar Amelita kepada Kompas.com, Rabu (9/9/2020).
Baca juga: Cerita Maba UI soal Pakta Integritas: Kami Tak Punya Pilihan Selain Tanda Tangan
Dalam lembar pakta integritas yang diterbitkan pihak rektorat tersebut, pelanggaran terhadap ketentuan berakibat sanksi maksimum pemberhentian sebagai mahasiswa UI.
“Dengan ini, saya telah membaca, memahami isi dari pakta integritas ini, serta setuju secara sadar dan tanpa ada unsur paksaan, untuk menandatanganinya. Jika saya melakukan pelanggaran terhadap pakta integritas ini, maka saya bersedia menerima sanksi dari Universitas, yang setinggi-tingginya yaitu pemberhentian sebagai mahasiswa/i Universitas Indonesia."
Ancaman sanksi setinggi itu dianggap tak masuk akal. Pertama, pakta integritas ini datang satu arah, lalu mendadak disodorkan kepada mahasiswa baru.
Kedua, selain memaksa mahasiswa baru untuk menandatanganinya di atas meterai, yang membuatnya mengikat secara hukum, poin-poin yang termuat di dalam pakta integritas ini kontroversial dan multitafsir.
Sorotan utama mengarah pada 3 butir poin dari total 13 poin yang ada, yakni poin 9, 10, dan 11.
Poin 9 berbunyi, “Siap menjaga kesehatan fisik dan mental serta bertanggung jawab secara pribadi jika di kemudian hari mengalami gangguan kesehatan fisik dan/atau mental.”
Poin 10 berbunyi, “Tidak terlibat dalam politik praktis yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara.”
Pasal 11 berbunyi, “Tidak melaksanakan dan/atau mengikuti kegiatan yang bersifat kaderisasi/orientasi studi/latihan/pertemuan yang dilakukan sekelompok mahasiswa atau organisasi kemahasisiwaan yang tidak mendapat izin resmi pimpinan fakultas dan/atau pimpinan UI.”
Baca juga: UI Ubah Isi Pakta Integritas untuk Mahasiswa Baru, Termasuk soal Aturan Politik Praktis
Pakta integritas ini sempat menuai kontroversi termasuk di kalangan mahasiswa karena dianggap mengekang kebebasan di lingkungan akademik.
Kemudian, Universitas Indonesia (UI) mengubah sejumlah isi pakta integritas yang harus ditandatangani calon mahasiswa baru dan dipatuhi selama menyandang jaket kuning.
Kepada Kompas.com, Direktur Kemahasiswaan UI, Devie Rahmawati mengeklaim bahwa pakta integritas yang beredar sebelumnya merupakan naskah yang belum final.
"Itu naskah yang belum final, dan itu yang diterima mahasiswa. Kami tadinya belum mau menarik lebih dulu karena tidak mau menimbulkan kegaduhan," ujar Devie melalui telepon, Jumat (11/9/2020) malam.
Sebelumnya, Amelita sama sekali tak menyinggung soal status final maupun tidaknya dokumen pakta integritas itu.
Amelita membenarkan, pakta integritas itu resmi dari pihak kampus dan menjadi syarat yang harus dipenuhi calon mahasiswa baru UI.
Sementara itu, Devie berdalih, tersebarnya draf pakta integritas yang diklaim belum final itu sebagai bagian dari kekeliruan panitia Program Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) UI yang berlangsung secara daring.
"Terjadi kekeliruan pengiriman dokumen pre-test, post-test, dan pakta integritas yang masih berupa draft sehingga banyak mengundang pro kontra," ujar Devie.
Devie sempat mengirimkan kepada Kompas.com pakta integritas versi final yang telah berganti istilah jadi “surat pernyataan”, tanpa kewajiban tanda tangan di atas meterai.
Kepada Kompas.com pada Minggu (13/9/2020) malam, Amelita menjelaskan dokumen Pakta Integritas yang beredar di kalangan mahasiswa baru tersebut belum final dan disetujui oleh pimpinan UI.
“Ada prosedur standar yang tidak dipenuhi, sehingga dokumen yang belum final dan disetujui Pimpinan UI beredar di kalangan maba,” ujar Amelita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.