Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Anggap Wajar Kemarahan Publik kepada Anies dan Pejabat Lain karena Biarkan Kerumunan FPI

Kompas.com - 18/11/2020, 06:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menganggap wajar bila publik menumpahkan kegeraman kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai imbas rangkaian hajatan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang menciptakan kerumunan.

Ia menilai, sorotan publik kepada Anies terjadi karena ada perbedaan perilaku yang mencolok.

"Bukan hanya Anies, tentu saja, tapi memang Anies bertanggung jawab. Kalaupun toh mau disalahkan, ya Anies bisa disalahkan karena Anies tidak segalak dan tidak setegas biasanya," ujar Adi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/11/2020).

Baca juga: Standar Ganda Penegakan PSBB ala Anies Baswedan

"Kan Anies selama ini dinilai sebagai gubernur yang paling ngotot untuk melakukan lockdown, bahkan sempat ingin menarik rem darurat, tapi giliran pernikahan sama acara Maulid Nabi tidak punya sikap. Jadi wajar bila disalahkan," jelasnya.

Meski demikian, Adi tak sependapat jika kesalahan sepenuhnya ditimpakan kepada Anies.

Sebab, faktanya, kerumunan akibat kepulangan Rizieq sejak pekan lalu terjadi bukan hanya di DKI Jakarta.

Mula-mula, Rizieq disambut simpatisannya di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, tanpa antisipasi oleh aparat terhadap membeludaknya massa yang sampai memblokade jalan tol hingga mengganggu jadwal penerbangan.

Baca juga: Kemendagri Tunggu Hasil Pemeriksaan Polisi Sebelum Beri Sanksi untuk Anies Baswedan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahkan sempat menyambangi Rizieq ketika ia tiba di Tanah Air.

Rizieq kemudian membuat beberapa hajatan di Jakarta yang tentu saja dihadiri kerumunan simpatisannya.

Dalam pesta pernikahan putrinya, Shafira Najwa Shihab, bahkan polisi menutup Jalan KS Tubun, tempat diselenggarakannya hajatan.

BNPB juga turut membagikan puluhan ribu masker untuk para hadirin hajatan itu.

Simpatisan Rizieq pun sempat memenuhi Jalur Puncak ketika junjungan mereka hendak mengisi ceramah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jumat (13/11/2020).

Lebih dari itu, urusan antisipasi kerumunan juga menjadi tanggung jawab aparat lainnya.

"Semua pihak yang bertanggung jawab menegakkan protokol kesehatan salah, karena tidak tegas menindak pelanggaran yang dilakukan oleh HRS (Rizieq) dan kawan-kawan, bukan hanya Anies tentu saja walau memang Anies bertanggung jawab," ungkap Adi.

Ia memberi contoh, selama ini pemerintah berbusa-busa memopulerkan istilah protokol kesehatan.

Segelintir aktivitas warga yang dianggap melanggar protokol kesehatan pun dikenakan sanksi.

Bahkan, sebuah video pernah viral di media sosial bagaimana polisi pernah memaki-maki warga yang menggelar hajatan perkawinan.

"Aparat kepolisian dan menteri terkait selama ini paling agresif mengimbau terkait pentingnya prootkol kesehatan, bahkan pelanggarnya diancam sanksi pidana dan lain-lain," kata Adi.

"Tapi, kok dalam konteks ini semua pihak terkait nyaris tidak berkutik dan tidak ada yang berani menindak tegas. Jadi wajar jika terjadi spekulasi belakangan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Megapolitan
Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin 'Nganggur'

Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin "Nganggur"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com