Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wagub DKI Persilakan Masyarakat Ajukan Uji Materi Perda Covid-19

Kompas.com - 18/12/2020, 19:03 WIB
Singgih Wiryono,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mempersilahkan siapa pun yang keberatan dengan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 untuk melakukan uji materi.

Dia tidak mempermasalahkan hal tersebut karena Perda Nomor 2 Tahun 2020 sudah melalui prosedur pembentukan hukum yang benar.

"Ya enggak apa-apa, itu kan Perda disusun oleh Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD, disahkan oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta, kalau ada masyarakat kelompok masyarakat organisasi ormas mau pun pribadi-pribadi (keberatan), punya hak (untuk uji materi)," kata Ariza saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (18/12/2020).

Baca juga: Perda Covid-19 DKI Digugat ke MA, M Taufik: Itu Hak Warga

Ariza tak keberatan asal jalur yang ditempuh untuk menyampaikan keberatan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pemprov DKI Jakarta akan melakukan evaluasi apabila hasil pembentukan perda dirasa masih kurang baik oleh masyarakat.

"Itu masukan dari masyarakat apa pun bentuknya, akan menjadi perhatian dan pertimbangan kita untuk kita evaluasi ke depan," kata Ariza.

Adapun sebelumnya, seorang warga yang berdomisili di DKI Jakarta bernama Happy Hayati Helmi melayangkan gugatan Judicial Review atau Uji Materi terhadap Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020.

Adapun Pasal yang diajukan gugatan adalah Pasal 30 yang memuat denda bagi setiap orang yang sengaja menolak dilakukan pengobatan atau vaksinasi Covid-19.

Baca juga: Perda DKI soal Denda Rp 5 Juta bagi Penolak Vaksin Covid-19 Digugat ke MA

Victor Santoso Tandasia sebagai kuasa hukum Happy mengatakan, pemohon yang berdomisili di DKI Jakarta tidak memiliki pilihan dalam pasal tersebut yang dinilai bersifat memaksa.

"Paksaan vaksinasi Covid-19 bagi Pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi Pemohon untuk dapat menolak vaksinasi Covid019, karena bermuatan sanksi denda Rp 5 juta," ujar Victor.

Victor menjelaskan, besaran denda tersebut di luar kemampuan pemohon mengingat denda bisa juga dikenakan oleh keluarga pemohon.

Begitu juga setelah membayar denda, lanjut Victor, pemohon merasa ancaman untuk membayar denda sudah selesai karena ketentuan normal Pasal 30 Perda Nomor 2 Tahun 2020 tersebut tidak menjelaskan setelah membayar denda seseorang bisa langsung menolak vaksin.

"Artinya bisa saja jika pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi Covid-19 kepada pemohon dan keluarganya," ucap Victor.

Itulah sebabnya, menurut Victor, Pasal denda tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com