Belakangan, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto membenarkan keterangan pasien dan sekaligus meralat keterangan Presiden Jokowi dan Menkes.
Yurianto mengakui bahwa penularan terjadi di sebuah acara dansa di Jakarta yang dihadiri sedikitnya 50 orang, bukan di rumah pasien di Depok. Ia juga membenarkan bahwa kedua pasien lah yang berinisiatif melapor dan memeriksakan diri ke RS.
Baca juga: Begini Kondisi Pasien Positif Covid-19 Kasus 1 hingga 6
Dua pekan setelah pengumuman Presiden Jokowi, pasien 1 dan 2 dinyatakan sudah sembuh dari Covid-19. Keduanya dipastikan sembuh setelah dua kali menjalani tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan hasil negatif.
Menkes Terawan pun menghadirkan keduanya dalam konferensi pers di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, pada 16 Maret. Namun, pada saat itu virus corona sudah terlanjur tersebar luas baik di Ibu Kota maupun sejumlah wilayah lain.
Pada 19 Maret, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menyatakan bahwa Jakarta sudah menjadi epicenter corona. Jumlah kasus positif Covid-19 di ibu kota saat itu sudah mencapai 210 orang.
"Jakarta merupakan salah satu epicenter dengan pertambahan kasus yang sangat signifikan. Pertambahannya sangat cepat dan tidak lagi ada di kawasan tertentu, saat ini sudah semua kawasan," kata Anies Anies dalam konferensi pers di Balai Kota, Jakarta Pusat.
Baca juga: UPDATE 20 Desember: Tambah 1.592 Kasus di Jakarta, 13.066 Pasien Covid-19 Masih Dirawat
Anies pun langsung mengambil sejumlah kebijakan yang bisa membantu mencegah penyebaran Covid-19. Pemprov DKI menutup tempat wisata, menutup sekolah, membatasi penumpang di transportasi umum, serta meniadakan ganjil genap.
Pemprov DKI juga mengimbau untuk menerapkan kerja dari rumah, meniadakan kegiatan ibadah, serta melarang warga meninggalkan Ibu Kota.
Namun, berbagai kebijakan tersebut tak mampu menyetop laju penularan Covid-19 di Jakarta. Kasus baru justru dilaporkan terus ada setiap harinya.
Melalui restu pemerintah pusat, Anies mengumumkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penularan Covid-19. PSBB pertama berlaku selama 14 hari, yakni sejak 10-23 April 2020.
Pemberlakuan PSBB pertama diperpanjang hingga dua kali karena perkembangan kasus infeksi yang dinilai masih tinggi.
Setelah peningkatan dianggap mengalami penurunan, Pemprov DKI Jakarta mencabut pemberlakuan PSBB dan memasuki masa transisi menuju masa adaptasi kebiasaan baru. PSBB transisi awalnya diterapkan hampir sebulan lamanya, sejak 5 Juni-2 Juli 2020 dan kemudian diperpanjang beberapa kali.
Baca juga: Pro Kontra PSBB Transisi di Jakarta di Tengah Lonjakan 1.000 Kasus Covid per Hari
Namun, pada 13 September 2020 Pemprov DKI Jakarta kembali mengumumkan memberlakukan pengetatan PSBB.
Keputusan untuk kembali PSBB pengetanan ini diambil usai terjadi peningkatan kasus aktif, lonjakan pemakaman pasien Covid-19, dan menipisnya ketersediaan tempat tidur isolasi. PSBB pengetatan yang juga disebut sebagai "rem darurat" oleh Anies diterapkan selama dua pekan, sejak 14-27 September 2020.
Setelah berjalan kurang lebih satu bulan, PSBB pengetatan akhirnya dicabut dan kembali diganti dengan PSBB transisi. PSBB transisi ini masih berjalan sampai hari ini.