Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2021, 14:26 WIB
Singgih Wiryono,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Filateli atau pengumpulan prangko jadi hobi sejumlah orang. Selain berisi gambar-gambar unik, prangko penuh dengan rekaman peristiwa sejarah. Karena itu, filateli dapat menjadi catatan rekaman peristiwa sejarah

Sejarah terekam dalam gambar-gambar cetakan prangko. Semisal prangko pertama di dunia yang memiliki julukan The Black Penny atau Si Penny Hitam. Si Penny Hitam dicetak dengan wajah Ratu Victoria yang merupakan ratu Britania Raya dan Irlandia. Ratu Victoria dicetak menghadap ke arah kiri.

Selain menjadi kebanggaan dari sebuah negara, prangko juga sebagai penanda kedaulatan negara itu.

Baca juga: Sejarah Filateli, Berawal dari Mahalnya Ongkos Kirim Surat hingga Jadi Hobi Para Raja

Bagaimana dengan peran prangko dalam merekam jejak sejarah di Indonesia?

Begitu merdeka, Indonesia tidak langsung mencetak prangko. Baru tahun 1946, Indonesia menerbitkan prangko untuk menunjukan Republik Indonesia punya kedaulatannya sendiri.

Prangko itu dicetak di Yogyakarta pada 1 Desember 1946. Prangko itu bergambar benteng dan bendera Merah Putih, di bagian atas prangko ditulis "Indonesia Merdeka" dengan tulisan bagian bawah "17 Agustus 1945" dengan harga 20 sen.

Penanda peristiwa

Indonesia juga konsisten mengeluarkan prangko sebagai penanda peristiwa sejarah. Misalnya di tahun 1955 terbit prangko bergambar bola dunia dan peta wilayah Asia-Afrika.

Tahun 1955 ada peristiwa bersejarah konferensi Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat, tepatnya pada April 1955.

Prangko lainnya terkait dengan peristiwa Dekrit Presiden tahun 1959. Saat itu Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit lantaran kegagalan Badan Konstituante menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) baru pengganti UUD sementara 1950. Saat itu juga dikeluarkan prangko bertuliskan "Kembali ke UUD 1945".

Indonesia bahkan sempat mengeluarkan prangko lima tahunan untuk memperingati kemerdekaan Indonesia. Serial itu dimulai tahun 1950, 1955, sempat dihentikan di tahun 1960 dan 1965, kemudian dilanjutkan di tahun 1970, 1975, 1980, 1985, sampai dengan 1990.

Arsip Kompas mencatat, tahun 1960 tidak diterbitkan prangko peringatan kemerdekaan karena prangko baru sudah dicetak di tahun 1959 untuk peringatan Dekrit Presiden.

Tahun 1965 tidak dicetak karena di tahun 6 Juli 1961 terbit prangko seri Dwiwindu Kemerdekaan RI.

Pengenalan wajah tokoh dan pahlawan bangsa

Selain menjadi penanda peristiwa sejarah, prangko seringkali dicetak dengan wajah-wajah tokoh dan pahlawan negara. Sama seperti Si Penny Hitam, Indonesia juga punya seri cetak pahlawan dan tokoh negara.

Soekarno misalnya, sebagai orang nomor satu di Indonesia, nampang di cetakan prangko berulang kali, mulai tahun 1946, 1948, 1951, 1963, 1965 dan terakhir 1966 sebelum kekuasaan berpindah tangan ke Suharto. Total ada enam cetakan prangko berwajah Soekarno.

Tak kalah dengan Soekarno, Soeharto mencetak wajahnya sendiri di prangko sebanyak 16 kali sepanjang memegang kekuasaan di Indonesia.

Baca juga: Merawat Sejarah lewat Prangko di Museum TMII...

Selain Soekarno dan Soeharto, sosok pahlawan juga dicetak untuk mengenang jasa atas perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Perangko Seri Pahlawan Indonesia muncul pertama kali tanggal 17 Agustus 1961 dengan nilai nominal antara 20 sen dan Rp 15.

Dalam seri itu  ditampilkan 20 pahlawan, yaitu Sultan Hasanuddin, R.A. Kartini, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, Teuku Tjik Di Tiro, Kapitan Pattimura, K.H. Achmad Dahlan, Surjopranoto, Abdul Muis, Sisingamangaraja, M.H. Thamrin, Jenderal Sudirman, Ki Hajar Dewantara, G.S.S.J. Ratulangi, Pangeran Diponegoro, Dr Setiabudi, Dr Soetomo, H. Agus Salim, dan H.O.S. Tjokroaminoto.

Seri Pahlawan terbit kembali tanggal 1 Maret 1969 dengan nilai nominal Rp 15. Seri ini terdiri dari Jenderal TNI Gatot Subroto, Dewi Sartika, Sutan Syahrir, Tjut Nya Dien, Tjut Meuthia, dan Dr F.L. Tobing.

R.A. Kartini muncul kembali dalam perangko dengan judul Peringatan 100 Tahun R.A. Kartini. Perangko ini diterbitkan tanggal 21 April 1979, dengan nilai nominal Rp 100.

Tanggal 5 Oktober 1993 terbit seri Bapak TNI dengan nilai nominal Rp 300. Seri ini terdiri dari gambar Jenderal Sudirman dan Jenderal Oerip Sumohardjo.

Landscape Nusantara

Karena memuat gambar, prangko seringkali digunakan pemerintah untuk mengenalkan landscape sebuah daerah tertentu yang biasanya difokuskan dengan sebuah tugu peringatan.

Di tahun 1962, terbit seri tugu Irian Barat, tepatnya pada 15 Februari 1962. Tiga bulan berselang, prangko dengan landscape Monumen Nasional terbit.

Tahun 1981 terbit prangko berjudul Monumen Soekarno-Hatta dengan nilai nominal Rp 200. Disusul dengan prangko berjudul Monumen Yogya tahun 1991.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com