Ketika pada 1920 ia pindah ke Medan, Ruhana mengelola surat kabar Perempoean Bergerak bersama jurnalis tersohor setempat, Pardede Harahap.
Kemudian, Ruhana memutuskan untuk pindah kembali ke tanah kelahirannya Sumatera Barat. Di sana, ia mengajar di sekolah Vereeniging Studiefonds Minangkabau (VSM) Fort de Kock (Bukittingi).
Ia juga menjadi koresponden tetap surat kabar Dagblad Radio yang terbit di Padang dan menulis untuk surat kabar Tjahaja Soematra, tulis harian Kompas.
Dalam beberapa kesempatan, Ruhana dinobatkan sebagai jurnalis perempuan atau wartawati pertama Indonesia; titel yang memang layak untuk disematkan, pungkas Rahadian.
Baca juga: Friedrich Silaban, Seorang Nasrani yang Pelajari Wudu dan Shalat demi Rancang Masjid Istiqlal
Pada 7 November 2019, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Ruhana. Ini disambut baik oleh Ikatan Keluarga Minang (IKM).
Fadli Zon sebagai ketua umum IKM menyampaikan apresiasinya mewakili masyarakat Minangkabau.
Fadli menyebutkan, kiprah Ruhana Kuddus dikenal dengan adanya surat kabar Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912.
Kemunculan koran yang berslogan "Surat Kabar Perempuan di Alam Minangkabau" ini ditujukan khusus bagi kaum perempuan.
Melalui surat kabar ini, Ruhana fokus menyuarakan gagasan tentang pentingnya organisasi bagi kemajuan kaum perempuan.
”Selain sebagai media perjuangan, melalui koran tersebut, Ruhana juga memberdayakan peran kelompok perempuan secara aktif. Bahkan, susunan redaksi mulai dari pemimpin redaksi, redaktur, dan penulis semuanya adalah perempuan,” ujar Fadli kepada harian Kompas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.