Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum: Mafia Karantina di Bandara Bisa Dijerat Pasal Berlapis

Kompas.com - 29/04/2021, 13:42 WIB
Ihsanuddin,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan menyayangkan langkah polisi yang hanya menjerat tersangka mafia karantina di bandara dengan UU Kekarantinaan Kesehatan.

Sebab, ketentuan sanksi pidana dalam UU tersebut tergolong rendah, di bawah 5 tahun penjara.

Ia menilai, harusnya polisi bisa menjerat para mafia karantina itu dengan hukuman yang lebih berat melalui pasal berlapis.

"Sebenarnya bisa pasal berlapis kok. Dia juga kan bisa dijerat lewat UU Keimigrasian, Pasal KUHP terkait penipuan, atau bisa juga terkait penyuapan kalau statusnya penyelenggara negara," kata Iwan saat dihubungi, Kamis (29/4/2021).

Baca juga: Akal-akalan Mafia di Bandara: PCR Palsu, Upeti untuk Lolos Karantina, hingga Rapid Test Antigen Daur Ulang

Iwan mencontohkan eks pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab yang saat ini tengah menghadapi persidangan.

Meski kasusnya berkaitan erat dengan pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan, namun ia juga dijerat dengan pasal lainnya termasuk mengenai penipuan atau penyebaran berita bohong.

Iwan menilai, pidana serupa juga harusnya bisa diterapkan kepada para mafia karantina di Bandara.

Ia menegaskan, hukuman di bawah 5 tahun penjara di UU Kekarantinaan Kesehatan tidak sebanding dengan dampak dari kejahatan yang ditimbulkan oleh para mafia tersebut. Sebab, jika warga negara asing yang diloloskan ternyata positif Covid-19, maka itu bisa menyebabkan klaster baru dan membuat jutaan warga tertular.

Baca juga: Mafia Karantina Sudah Dua Kali Loloskan Orang dari India di Bandara Soekarno Hatta

"Dampaknya lebih berat (dari ancaman hukumannya). Meloloskan satu orang dampaknya bisa jutaan orang," kata Asep.

Polisi sebelumnya mengungkap kasus mafia karantina di Bandara Soetta.

Saat ini, WNI atau WNA yang datang dari India harus dikarantina selama 14 hari, mengingat adanya mutasi virus corona varian B.1617 yang bermuatan mutasi ganda di sana.

Namun, ada upaya kongkalikong agar karantina tak perlu dilakukan. WNI yang baru pulang dari India berinisial JD menyerahkan uang sebesar Rp 6,5 juta kepada tiga orang yang mengaku petugas bandara, yakni S, RW dan GC.

Keempatnya sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun polisi tidak melakukan penahanan.

Baca juga: Dua Mafia Bandara yang Loloskan WNI dari Karantina Tak Ditahan Polisi, Ini Alasannya

"Kami tidak lakukan penahanan karena di Undang-Undang Karantina Kesehatan, ancaman satu tahun penjara sehingga tidak ditahan," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus kepada wartawan, Rabu (28/4/2021).

Polisi beralasan, keempat tersangka tak ditahan karena dijerat UU Kekarantinaan Kesehatan yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Megapolitan
Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Megapolitan
Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Megapolitan
Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Megapolitan
Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Megapolitan
Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Megapolitan
Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Megapolitan
Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai 'Diviralkan' Pemilik Warteg

[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai "Diviralkan" Pemilik Warteg

Megapolitan
Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Megapolitan
Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Megapolitan
Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Megapolitan
Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com