Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syarat Naik Kereta Selama Masa Larangan Mudik

Kompas.com - 05/05/2021, 16:25 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT. KAI Daop 1 Jakarta tetap mengoperasikan Kereta Api Jarak Jauh (KAJJ) dengan jumlah terbatas hanya bagi pelaku perjalanan mendesak untuk kepentingan non mudik pada masa larangan mudik Idul Fitri 1442 H yang telah ditetapkan pemerintah mulai 6 sampai 17 Mei 2021.

Kepala Humas PT. KAI Daop 1 Jakarta, Eva Chairunisa mengatakan, KAJJ hanya bagi pelaku perjalanan mendesak untuk kepentingan non mudik sudah mendapatkan izin operasional dari pemerintah operasional.

“KAI Daop 1 Jakarta memastikan operasional Kereta Api Jarak Jauh pada periode tersebut bukan untuk melayani masyarakat yang ingin mudik Lebaran. Hal ini sebagai bentuk komitmen KAI mematuhi aturan dan kebijakan dari pemerintah bahwa mudik tetap dilarang. Serta mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam hal pencegahan penyebaran Covid-19 pada moda transportasi kereta api,” ujar Eva dalam siaran pers, Rabu (5/5/2021).

Baca juga: Ingatkan Mutasi Virus Corona Ditemukan di Indonesia, Wagub DKI: Jangan Mudik

Di wilayah Daop 1 Jakarta terdapat 7 KAJJ yang akan beroperasi setiap harinya.

Empat KAJJ keberangkatan dari Stasiun Gambir dan 3 KAJJ keberangkatan dari Stasiun Pasar Senen dengan tujuan Tegal, Purwokerto, Purwosari, Solo, Surabaya, dan Malang.

Berikut orang-orang yang bisa melakukan perjalanan naik kereta api pada masa larangan mudik.

1. Pelaku perjalanan mendesak untuk kepentingan non mudik, yaitu untuk bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh 1 (satu) orang anggota keluarga, dan kepentingan non mudik tertentu lainnya yang dilengkapi surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat.

2. Bagi pegawai instansi pemerintahan/ASN/BUMN/BUMD/prajurit TNI/anggota Polri, syaratnya adalah wajib memiliki print out surat izin perjalanan tertulis yang dilengkapi tanda tangan basah atau elektronik pejabat setingkat Eselon II, serta identitas diri calon pelaku perjalanan.

3. Bagi pegawai swasta, wajib melampirkan print out surat izin perjalanan tertulis yang dilengkapi tanda tangan basah atau elektronik dari pimpinan perusahaan.

4. Pekerja sektor informal dan masyarakat umum nonpekerja, wajib melampirkan print out surat izin perjalanan tertulis yang dilengkapi tanda tangan basah atau elektronik dari Kepala Desa/Lurah setempat.

Baca juga: Polisi Akan Pidanakan Warga yang Palsukan Dokumen agar Bisa Mudik

Eva melanjutkan, surat izin perjalanan tertulis bagi pelaku perjalanan mendesak untuk kepentingan non mudik berlaku secara individual, untuk 1 kali perjalanan (pergi-pulang), serta bersifat wajib bagi pelaku perjalanan yang berusia 17 tahun ke atas.

Para penumpang, lanjut Eva, diwajibkan menunjukkan hasil negatif RT-PCR atau Rapid Test Antigen atau pemeriksaan GeNose C19 yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1x 24 jam sebelum jadwal keberangkatan KA.

“Petugas KAI akan melakukan verifikasi berkas-berkas persyaratan saat boarding di stasiun dengan teliti, cermat dan tegas. Jika ditemukan calon penumpang yang berkasnya tidak lengkap atau tidak sesuai, maka penumpang tidak diizinkan untuk naik kereta api dan tiket akan dibatalkan,” ujar Eva.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com