JAKARTA, KOMPAS.com - Si Pitung selama ini dikenal sebagai sang legenda Betawi yang jago bela diri. Sebuah rumah panggung di kawasan Marunda, Jakarta Utara kemudian dikenal sebagai Rumah Si Pitung.
Namun, diberitakan Kompas.com pada 12 Mei 2018, rumah panggung berpelitur merah kecokelatan itu ternyata tidak pernah ditinggali oleh Si Pitung.
Rumah bergaya Bugis itu kini dikelola oleh Museum Kebaharian Jakarta. Staf Edukasi dan Informasi Museum Kebaharian Jakarta, Sukma Wijaya, mengatakan Si Pitung hanya pernah singgah ke rumah panggung itu pada dekade 1890-an.
Rumah tersebut sebenarnya milik seorang juragan tambak ikan asal Bugis bernama Haji Safiudin.
"Singgahnya itu entah dia memang berkawan dengan Haji Safiudin, sekadar ngumpet bersembunyi, atau mau merampok? Jadi masih teka-teki, yang pasti dia sempat singgah di sini," kata Sukma kepada Kompas.com pada tahun 2018.
Legenda Betawi yang memiliki nama asli Ahmad Nitikusumah itu memang dikenal sebagai "Robin Hood" Betawi karena merampok secara gesit.
Dia memilih jalan sebagai perampok karena sakit haki ketika melihat hewan ternak milik orangtuanya dirampas oleh Belanda dan Tionghoa. Kala itu, usia Si Pitung masih 15 tahun.
"Sudah diambil ternaknya, diminta pajak juga. Akhirnya dia sakit hati dan dendam ke orang-orang kaya," ujarnya.
Baca juga: Anies: Aturan Road Bike Boleh Keluar dari Jalur Sepeda Masih dalam Pembahasan
Oleh sebab itu, Si Pitung kemudian belajar bela diri di perguruan silat pimpinan Haji Naipin di Rawa Belong, Jakarta Barat. Perguruan tersebut bernama Pituan Pitulung yang disingkat Pitung.
Di sanalah, Ahmad Nitikusumah mendapat julukan sebagai Si Pitung.
"Ahmad Nitikusumah dibilang Si Pitung karena dia yang paling jago, paling lihai, dan paling sering melawan Belanda," katanya.
Baca juga: Soal Road Bike Diizinkan ke Luar Jalur Sepeda, Anies: Jalan Ini Bukan Milik Satu Jenis Kendaraan
Meski merampok harta milik warga, Si Pitung tidak pernah mengambil semua harta hasil rampokannya. Dia biasa membagikan harta hasil rampokan kepada rakyat yang ditemuinya.
Nama Si Pitung pun dikenal sebagai pahlawan bagi rakyat Betawi kala itu.
"Jadi Si Pitung ini dianggap pemberontak oleh Belanda, tetapi buat orang-orang Betawi dianggap pahlawan," kata Sukma.
Meski sosoknya dikenal sebagai legenda, kisah Si Pitung tidak pernah tercatat dalam sejarah Indonesia. Potret Si Pitung juga tidak pernah terekam.
"Kalau mau tahu gerakan Si Pitung pada masa itu, ya, dari koran-koran Belanda saja, koran kita (Indonesia) enggak ada yang menulis sama sekali. Terus enggak ada yang foto padahal fotografi sudah ada, lukisannya juga enggak ada," ucap Sukma.
Baca juga: Road Bike Boleh Melintas di Jalur Kendaraan Bermotor, Ketiadaan Dasar Hukum, dan Bahaya Kecelakaan
Kisah Si Pitung terakhir tercatat pada 7 Juni 1896 oleh sebuah koran berbahasa Belanda. Kala itu, Si Pitung diberitakan ditangkap oleh tentaran Belanda di kawasan Sungai Bambu, Jakarta Utara.
Konon, badan Si Pitung dimutilasi menjadi tiga bagian. Sebab, Si Pitung tidak akan mati apabila tubuhnya tidak dipotong menjadi tiga bagian.
"Jadi sekarang ada masyarakat percaya bahwa di Slipi itu ada makam Si Pitung. Itu badannya Si Pitung, jadi itu makam hanya satu dan kepala sama kakinya konon dibawa ke Belanda," katanya.
Baca juga: Pemprov DKI Izinkan Road Bike Keluar Jalur Sepeda, untuk Hobi atau Alat Transportasi?
(Penulis : Ardito Ramadhan/Editor : Kurnia Sari Aziza)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.