Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puskesmas Tolak Pasien karena RS Penuh, LaporCovid-19: Prosedur Rujukan Harus Dievaluasi

Kompas.com - 17/06/2021, 15:19 WIB
Tria Sutrisna,
Nursita Sari

Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Koalisi Warga untuk Covid-19, LaporCovid-19, menyarankan pemerintah mengevaluasi sistem atau prosedur untuk merujuk pasien terkonfirmasi positif Covid-19 ke rumah sakit.

Hal tersebut menyusul adanya seorang pasien Covid-19 dengan gejala berat yang ditolak puskesmas di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, dengan alasan rumah sakit rujukan penuh.

"Jadi, jika masa pandemi begini rumah sakit full dan tidak acc rujukan, maka ada pemahaman puskesmas tidak boleh mengantar pasien ke IGD, kecuali pasien berangkat sendiri ke IGD tadi," ujar relawan LaporCovid-19 Tri Maharani saat dihubungi, Kamis (17/6/2021).

Baca juga: Pasien Covid-19 yang Sesak Napas Ditolak Puskesmas di Pondok Aren karena RS Rujukan Penuh

Pernyataan tersebut, kata Tri, disampaikan pihak puskemas ketika tim LaporCovid-19 membantu mencarikan ruang perawatan sementara untuk pasien di Pondok Aren itu.

Dia menyebutkan, pasien itu akhirnya hanya dipinjamkan oksigen oleh pihak puskesmas karena mengalami sesak napas.

Pihak keluarga kemudian mengantar pasien mengunakan sepeda motor ke rumah sakit rujukan terdekat karena saturasi pasien menurun dan semakin kesulitan bernapas.

"Jadi prosedur yang dikatakan pihak faskes 1 (puskesmas) menjadi sebuah hal yang sangat fatal," kata Tri.

Baca juga: Ditolak Puskemas di Pondok Aren, Pasien Covid-19 Cari Sendiri RS Rujukan Pakai Motor

Tri berpandangan, sistem rujukan yang membuat pasien kondisi berat tidak bisa segera mendapatkan ruang perawatan sementara itu harus dievaluasi.

Pasalnya, prosedur tersebut sangat membahayakan dan bisa memperburuk kondisi kesehatan pasien.

"Kalau sistem rujukan ada kesalahan pemahaman ini maka akan sangat fatal. Harusnya tetap diantar ke IGD dengan edukasi ke pasien belum tentu dapat ruangan atau ICU, tapi diperiksa dan ditolong di IGD dulu," tutur Tri.

Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Uji Coba Belajar Tatap Muka di Jakarta Dihentikan

Dia mengungkapkan, pasien Covid-19 yang mengalami sesak napas itu seharusnya bisa terlebih dahulu dirawat sementara di puskemas.

Pasien tersebut juga seharusnya bisa dikawal atau diantar petugas medis ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit terdekat, jika tidak memungkinkan untuk dirawat di puskesmas.

"Jadi intinya harus dibuat evaluasi terhadap sistem rujukan sehingga tidak menimbulkan hal yang salah secara pemahaman," kata Tri.

"Karena kondisi gawat darurat dan tidak terpenuhinya kebutuhan ruangan dan ICU, tidak menjadi penghalang pasien mendapatkan bantuan pemeriksaan dan juga bantuan pengobatan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com