JAKARTA, KOMPAS.com- Sudah hampir 1,5 tahun, sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, para pekerja seni benar-benar kehilangan mata pencaharian mereka.
Termasuk para badut yang mengadu nasib di Ibu Kota.
Kompas.com berkesempatan mewawancarai Dedy Delon, pendiri Yayasan komunitas Aku Badut Indonesia (ABI) melalui sambungan telepon pada Senin (24/7/2021).
Delon bercerita panjang tentang bagaimana dia dan 16 badut lain yang tergabung di ABI Jakarta bertahan hidup di masa sulit ini.
Awalnya, Delon mengatakan bahwa banyak dari mereka yang mengungkapkan keluhan di media sosial atas pergerakan masyarakat yang sangat dibatasi.
Baca juga: Makan di Warung Maksimal 20 Menit, Wali Kota Bekasi: 10 Menit Juga Selesai
"Untuk pergerakan semua badut di Jawa Bali banyak mengeluh pasti dengan penyekatan dan keterbatasan pergerakan, aparat yang lalu lalang, banyak teman-teman yang mengeluh di media sosial," kata Delon.
Pasalnya, pembatasan itu melarang adanya kegiatan yang bersifat kerumunan.
Hal itu membuat Delon dan para badut kehilangan penghasilan karena tak bisa mengisi acara ulang tahun atau menghibur anak-anak yang terkena bencana.
Apalagi, Delon dan lainnya tidak mendapat bantuan sosial apa pun dari pemerintah.
Baik berupa dana, sembako, atau fasilitas lain seperti KJP.
"Enggak terima bansos atau sembako. Kemarin terima dari polisi di Depok, saat saya kampanye masker aja," ucap Delon.
Baca juga: Tanda Tanya Bendera Putih di Pasar Tanah Abang Bentuk Protes PPKM, Siapa Pelakunya?
"Enggak ada yang kasih sembako, (KJP) enggak ada juga," sambungnya.
Bahkan, saking tak ada pemasukan, Delon berniat untuk menjual cincin kawinnya demi bisa membeli seragam sekolah bagi sang putra.
"Kayaknya mau dijual aja (cincin kawin), karena untuk beli pakaian anakku, aduh aku mau nangis ceritanya," tutur Delon dengan suara menahan tangis.
Namun, meski dalam situasi yang berat seperti ini, Delon tetap memilih untuk membantu mengingatkan masyarkat untuk mentaati protokol kesehatan.