JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai perlu merencanakan langkah politik jika ingin maju sebagai calon presiden di Pilpres 2024.
Ia perlu berjuang karena bakal kehilangan panggung politik selama dua tahun sebelum Pilpres 2024.
Pemerintah pusat sudah menetapkan bahwa DKI Jakarta akan menghelat pilkada lagi pada 2024.
Sedangkan masa bakti Anies bakal usai pada Oktober 2022.
Baca juga: Pencapresan Anies 2024 Masih Gelap Gulita
Analis politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno beranggapan, Anies harus pandai menjaga popularitas dan elektabilitasnya selama dua tahun tanpa panggung politik, jika ingin tetap maju sebagai capres 2024.
Misalnya, dengan memperbanyak kegiatan sosial.
Namun, selain itu, ia juga harus memastikan dukungan partai politik mengalir untuk dirinya.
"Di tengah rezim partai, tidak ada artinya popularitas dan elektabilitas kalau tidak ada partai yang dukung," ujar Adi kepada Kompas.com.
Terlebih, di Indonesia, untuk maju sebagai capres-cawapres, seseorang harus diusung oleh partai atau gabungan partai politik dengan jumlah kursi 20 persen di parlemen.
"Pilihan pahitnya, Anies masuk ke partai politik," tambahnya.
Adi menjelaskan mengapa masuk partai politik sebagai pilihan pahit bagi eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
"Minusnya, dia sudah dikavling menjadi anggota partai politik orang lain, yang bisa menutup kemungkinan partai-partai yang selama ini melirik, jadi nggak melirik," jelas Adi.
Baca juga: Masa Jabatan Sisa Satu Tahun, Anies Masih Punya Banyak Pekerjaan Rumah
Dengan bergabung partai politik, citra Anies otomatis akan dinilai juga melalui citra partainya. Anies tak lagi dinilai melalui reputasi personalnya.
Adi tak menutup mata bahwa masuk ke partai politik bisa membuat Anies mengamankan kendaraan politik menuju Pilpres.
Langkah serupa pernah dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang masuk ke PDI-P jelang Pilkada DKI 2017.