JAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta angkat bicara mengenai desakan mahasiswa yang meminta pembubaran organisasi Resimen Mahasiswa (Menwa) setelah meninggalnya Fauzia Nabila atau Lala.
Lala merupakan mahasiswi D3 Fisioterapi angkatan 2020. Dia meninggal dunia saat mengikuti pembaretan Menwa pada 25 September 2021.
Rektor UPN Veteran Jakarta Erna Hernawati meminta mahasiswa yang menuntut pembubaran Menwa untuk membuat kajian akademis.
"Silakan membuat kajian yang akademis mengenai keberadaan Menwa. Menwa tidak hanya di UPNVJ," kata Erna dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (30/11/2021).
Baca juga: Mahasiswa UPN Veteran Jakarta Demo di Kampus Terkait Kematian Rekannya Saat Pembaretan Menwa
Erna mengatakan, pihak kampus nantinya akan menyampaikan kajian mengenai pembubaran tersebut ke organisasi Menwa.
"Kalau ada kajian, saya tunggu, akan saya sampaikan kepada pihak yang berwenang," kata Erna.
Erna sebelumnya mengatakan, UPN Veteran Jakarta dalam menanganai persoalan Lala telah membentuk komisi disiplin yang diketuai oleh wakil rektor.
Komisi disiplin dibentuk pada 1 November 2021 guna mencari data dan fakta mengenai meninggalnya Lala.
"Komisi disiplin untuk segera memproses kejadian dan secepatnya memberikan rekomendasi kepada rektor terkait dengan kemungkinan sanksi terhadap pengurus Menwa UPNVJ," ujar Erna.
Baca juga: Penjelasan Rektor UPN Veteran Jakarta soal Kematian Mahasiswi Saat Pembaretan Menwa
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UPNVJ Ria Maria Theresa menjelaskan, Lala sempat mengikuti longmarch yang menjadi salah satu agenda kegiatan pembaretan Menwa.
Etape I longmarch berjarak tiga kilometer dan tiap peserta mendapatkan dua kali istirahat dengan waktu masing-masing lima menit.
"Kronologis yang kami terima, medan untuk longmarch masih jalur landai. Pada pukul 13.45 WIB, saat menuju pemberhentian kedua etape I, almarhumah terlihat kelelahan dan akhirnya panitia memutuskan menaikannya ke dalam ambulans," kata Ria.
Usai mendapatkan penanganan medis, Lala kembali bergabung. Dia disebut kembali mengikuti perjalanan setelah mengakui kondisi kesehatan memabaik.
"Pukul 14.45 WIB, setelah istirahat di etape I, perjalanan dilanjutkan menuju etape II di Masjid Quba dengan jarak 3,1 kilometer. Pukul 15.30, kira-kira berjarak dua kilometer dari etape I, almarhumah mengalami kram kaki kirinya. Panitia memutuskan membawa almarhumah dengan ambulans menuju etape II," kata Ria.
Baca juga: Satu Mahasiswi Meninggal, UPN Veteran Jakarta Sebut Pembaretan Menwa Tak Berizin
Saat itulah kondisi fisik Lala semakin lemah. Dia kembali mendapat penanganan dengan diberikan oksigen karena mengeluh sesak napas.
Saat itu Lala dibawa ke lokasi pembaretan yang menjadi lokasi akhir longmarch. Namun, kondisi kesehatan dia kian memburuk dan dibawa ke Rumah Sakit EMC Sentul.
Namun, kala itu ambulas yang membawa Lala terjebak macet di kawasan Sentul. Ambulans pun berputar arah menuju perjalanan ke Rumah Sakit Ciawi tetapi tetap terjebak macet.
Setelah tiba di Rumah Sakit Ciawi, Lala dinyatakan meninggal dunia tepat pada pukul 19.07 WIB.
"Setelah mendengar kabar meninggal, pembina Menwa UPNVJ segera berangkat ke Rumah Sakit Ciawi untuk membawa almarhumah ke rumah keluarga di Palmerah, Jakarta Barat. Dimakamkan di Sragen, Jawa Tengah," kata Ria.
Baca juga: Mahasiswi Wafat Saat Pembaretan, Komandan Menwa Riza Patria: Kegiatan Fisik Tak Boleh Dominan!
Buntut dari kematian Lala, sejumlah mahasiswa UPNVJ menggelar unjuk rasa di kampus di Jalan RS Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa kemarin.
Wakil Ketua Majelis Permusyawartan Mahasiswa (MPM) UPNVJ Ivano Julius mengatakan, setidaknya ada lima tuntutan yang disampaikam kepada rektorat kampus dan pihak Menwa.
Tuntutan pertama yakni mengenai kronologi terperinci mengenai pembaretan Menwa hingga berujung Lala meninggal dunia.
"Kedua, menuntut tanggung jawab secara kelembagaan dari Menwa. Ketiga soal izin kegiatan. Keempat, menuntut untuk bubarkan Menwa kepada rektorat. Kelima, mengutuk keras tindakan Menwa," kata Ivano saat ditemui di lokasi demo, Selasa.
Ivano menilai, ada kecacatan prosedural yang dilakukan oleh Menwa karena tidak adanya jaminan hak kesehatan bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan pembaretan tersebut.
"Dan adanya maladministrasi dilakukan pihak rektorat bahwa setiap ormawa tidak boleh melakukan kegiatan offline, tapi kenapa rektorat mengizinkan adanya kegiatan diksar dari Menwa ini," kata Ivano.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.