JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan memvonis hukuman satu tahun penjara kepada tiga terdakwa Nia Ramadhani, Ardi Bakrie, dan Zen Vivanto dalam sidang putusan di PN Jakarta Pusat, Selasa (11/1/2022).
Majelis hakim menilai ketiga terdakwa terbukti bersalah melakukan tindakan pidana penyalahgunaan narkotika jenis sabu.
"Menjatuhkan pidana terhadap Zen Vivanto, Nia Ramadhani, dan Ardi Bakrie dengan pidana penjara masing-masing selama satu tahun," kata Hakim ketua Muhammad Damis dalam sidang di PN Jakarta Pusat.
Baca juga: Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie Divonis 1 Tahun Penjara, Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Dalam putusannya, majelis hakim menyita barang bukti 0,56 gram sabu, satu buah alat isap (bong), satu iPhone 12 pro, dan satu Oppo A5s.
Adapun hukuman yang dijatuhkan majelis hakim lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
JPU menuntut ketiga terdakwa menjalani rehabilitasi medis dan sosial selama 12 bulan terkait kasus penyalahgunaan narkoba.
Setelah mendengar vonis yang dijatuhkan majelis hakim, Nia Ramadhani tampak meneteskan air mata. Dia sesekali mengusap air matanya.
Setelah menjalani sidang putusan, Nia Ramadhani beserta Ardi Bakrie dan Zen Vivanto langsung meninggalkan ruang sidang, tanpa menyampaikan sepatah kata pun.
Mereka dikawal ketat oleh penjaga untuk memasuki mobil dan meninggalkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca juga: Divonis 1 Tahun Penjara, Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie Ajukan Banding
Sementara itu, kuasa hukum Nia Ramadhani, Wa Ode Nur Zainab, mengatakan wajar kliennya menangis mendengar putusan majelis hakim.
"Wajarlah, karena sebenarnya mereka sudah menjalani rehabilitasi mengikuti apa yang menjadi hasil asesmen," ujar Wa Ode.
Majelis hakim menilai, pasangan artis Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie serta sopir pribadinya, Zen Vivanto, bukan pecandu narkoba.
"Majelis menilai para terdakwa belum dapat dikualifikasikan sebagai pecandu narkoba karena tidak dapat menunjukkan fakta bahwa dalam keadaan ketergantungan, baik secara fisik maupun psikis," ujar Damis.
Baca juga: Beri Vonis Penjara Bukan Rehab, Hakim Sebut Nia Ramadhani dan Ardi Bakri Bukan Pencandu Narkoba
Majelis hakim juga menilai bahwa ketiga terdakwa tidak dapat dikategorikan sebagai korban penyalahgunaan narkoba karena para terdakwa menggunakan narkoba atas inisiatif mereka sendiri.
Atas dasar keputusan tersebut, majelis hakim menjatuhkan hukuman vonis satu tahun penjara, bukan direhabilitasi.
Ketiga terdakwa tetap harus menjalani masa kurungan satu tahun penjara, meski sebelumnya telah menjalani rehabilitasi sejak 10 Juli 2021.
"Karena para terdakwa tidak masuk dalam kualifikasi sebagai pecandu narkotika, maka masa rehabilitasi yang telah dijalaninya tidak dapat dikurangkan atau dihitungkan sebagai masa menjalani hukuman," kata Damis.
Berdasarkan Pasal 103 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, masa menjalani pengobatan atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf A diperhitungkan sebagai masa hukuman.
Baca juga: Hakim: Masa Rehabilitasi Nia Ramadhani Tak Kurangi Hukuman 1 Tahun Penjara
Hakim menambahkan, pasal tersebut hanya untuk pecandu narkotika.
Dengan demikian, Nia Ramadhani dan dua terdakwa lainnya tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 103 ayat 2 tersebut.
Hakim menilai, ketiga terdakwa masih bisa menahan diri untuk tidak mengonsumsi narkoba setelah beberapa hari.
Nia dan Ardi juga dianggap bukan korban penyalahgunaan narkoba karena tidak dalam kondisi dipaksa dan diancam saat menggunakan narkoba.
Wa Ode Nur Zainab menyatakan bahwa ketiga kliennya mengajukan banding atas putusan tersebut.
"Tadi langsung ajukan banding. Artinya bahwa keputusan ini belum inkrah," kata Wa Ode di PN Jakarta Pusat.
Wa Ode mengungkapkan, hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu (TAT) Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa ketiga terdakwa adalah pengguna narkotika yang wajib direhabilitasi.
Baca juga: Dalam Persidangan, Hakim Ungkap Nia Ramadhani Rakit Sendiri Alat Penghisap Sabu
Oleh karena itu, Wa Ode menilai putusan majelis hakim tidak sesuai dengan fakta persidangan.
"Karena hakim tadi menyatakan mereka bukan pengguna yang wajib direhabilitasi, ini menjadi kontradiktif dengan fakta hukum yang ada di persidangan," tegas Wa Ode.
"Ada dua dokumen yang diterbitkan oleh negara yang seharusnya menjadi acuan dari majelis hakim, acuan tersebut merupakan hasil dari asesmen TAT," tutur Wa Ode.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.